Bagian Keenambelas
Tabligh atau penyebaran ajaran kebenaran
sebuah agama haruslah dilakukan dengan kejujuran dan menggunakan cara-cara
yang benar dan logis. Namun, para misionaris Kristen dalam aktivitas mereka
di negara-negara muslim amat jauh dari hal ini. Salah satu dari metode yang
mereka pakai dalam menyebarkan akidah mereka adalah dengan melakukan
konstekstualisasi pemikiran objek misionaris dengan Injil. Dengan cara ini,
mereka menyembunyikan permusuhan mereka terhadap Islam dan sebaliknya mereka
berusaha
berperilaku sesuai dengan ajaran Islam bahkan ritual agama mereka
dilakukan dengan cara Islam. Misalnya, mereka menggunakan pakaian yang
serupa dengan pakaian orang Islam dan menghindari makanan-makanan yang
diharamkan dalam agama Islam.
Dalam masalah ini, seorang penulis
Pakistan bernama Imtiyaz Zafar menulis sebuah makalah berjudul “Pandangan
Misionaris Pada Abad ke-20”. Menurutnya, para misionaris menggunakan metode
baru yang mengajarkan ajaran Kristen dalam bentuk Islami. Gereja mereka
dinamakan sebagai Masjid Isa dan mereka membaca Injil lima kali sehari
sebagaimana orang Islam shalat lima kali sehari semalam. Mereka bahkan juga
melakukan sujud seperti orang Islam bersujud dalam shalat.
Imtiyaz Zafar dengan mengutip ucapan
Phill Marshal, seorang misionaris, menulis bahwa misionaris mengajarkan
ayat-ayat Injil yang cocok untuk dibaca dalam shalat. Dengan cara ini,
shalat umat Islam akan mengandung nilai Injil. Selain itu, para misionaris
juga dianjurkan untuk menjauhi makan daging babi dan minum alkohol.
Beberapa waktu yang lalu, sebuah surat
kabar Kirkizistan menulis bahwa para misionaris telah memanfaatkan
ketidakwaspadaan dan keluguan masyarakat untuk menyebarkan ajaran yang tidak
mereka kenal. Surat kabar Urkintar juga menulis sebagai berikut. “Beberapa
hari sebelumnya, seorang warga negara Amerika di provinsi Narin menyebarkan
ajaran agama yang menurut para ahli lokal, merupakan campuran dari ajaran
Hindu, Kristen, Syimani, dan Islam. Ajarannya ini bisa menyelewengkan
seorang muslim yang kurang pengetahuan. Misionaris Amerika yang bernama
Richard Hewitt selama tiga bulan melakukan aktivitas misionaris secara
sembunyi-sembunyi dan menyebarluaskan pemikirannya dalam tulisan yang mirip
seperti buku Salman Rushdi. Setelah diusir dari Uzbekistan, dia lalu datang
ke sebuah daerah pegunungan di Kirkizistan.
Dewasa ini, di Amerika ada ratusan
lembaga agama yang melakukan ritual yang saling berbeda satu sama lain.
Lembaga-lembaga yang sebagiannya mendapatkan dukungan dana yang besar dari
pemerintah Barat ini mengirimkan orang-orangnya ke berbagai penjuru dunia
untuk menyebarkan akidah mereka. Sekte “Kesaksian Yehovah” adalah salah satu
di antara lembaga tersebut yang didirikan di Pensylvania Amerika, pada akhir
abad ke-19. Sekte ini menyebarkan orang-orangnya di berbagai negara,
terutama di Asia Tengah dan menjalankan aktivitas misionaris di sana. Sekte
ini memiliki dana yang sangat besar dan mendapatkan perlindungan politik
dari pemerintah Amerika. Bahkan, Kementrian luar negeri AS dalam laporan
tahunannya tahun 2001 menekankan masalah penyelesaian masalah yang
berhubungan dengan sekte ini.
“Aktivitas mencurigakan dalam kedok
agama” merupakan bahaya yang membuat berkali-kali disampaikan oleh para
pejabat agama dan politik negara-negara Asia Tengah setelah keruntuhan Uni
Soviet. Para pemuda di kawasan ini menjadi sasaran utama gerakan misionaris
Barat tersebut. Beberapa waktu yang lalu, mingguan Zaman terbitan Kazakhstan
memberitakan tentang meningkatnya aktivitas misionaris di tengah rakyat
negara ini. Mingguan ini menulis, “Beberapa kelompok misionaris di kota
Almati melakukan aktivitas mereka dengan amat giat, khususnya di
tengah-tengah para pemuda.
Metode misionaris untuk menarik perhatian
para pemuda sangatlah beragam. Di antaranya adalah dengan mendirikan pusat
pendidikan bahasa Barat. Dalam pusat pendidikan ini, para misionaris melalui
materi-materi pelajaran menyebarkan kebudayaan Barat dan pemikiran agama
mereka. Dalam masalah ini, Shataliah, seorang pendeta Perancis dalam sebuah
majalah propaganda agama “Le Monde Musulman” (Dunia Islam) menulis, “Tidak
diragukan lagi, para misionaris kita hingga kini masih belum berhasil
membuat kaum muslimin berada di bawah pengaruh kita. Untuk mencapai tujuan
ini, kita bisa memanfaatkan penyebaran bahasa-bahasa Eropa. Melalui
bahasa-bahasa Eropa tersebut, pemikiran Eropa bisa disebarluaskan. Selain
itu, dunia Islam bisa berhubungan dengan media massa Eropa dan dengan jalan
itulah organisasi-organisasi misionaris bisa mencapai tujuannya untuk
merusak pemahaman Islam di kalangan umat muslim.”
Jalan lain yang digunakan untuk menarik
kaum muda di Asia Tengah adalah dengan membentuk klub-klub dan pusat-pusat
olahraga serta hiburan. Pusat-pusat olahraga dan hiburan ini aktif di bidang
budaya dan sosial namun diatur dengan pemikiran misionaris. Pusat-pusat yang
sebagiannya berada di bawah nama “Perkumpulan Muda” atau “Organisasi Pemuda”
ini melakukan berbagai kegiatan seperti tur atau konferensi mahasiswa dan
pertandingan olahraga untuk menarik perhatian kaum muda. Cornelius Botton,
penulis buku “Aktivitas Misionaris Gereja” menulis, “Peran
perkumpulan-perkumpulan itu dalam memajukan gereja adalah dengan berusaha
mempengaruhi para mahasiswa dan pemikir di kota-kota. Perkumpulan ini
melalui pengaruhnya dalam kehidupan sosial dan olahraga, bisa mengajak
beberapa orang ke dalam ajaran Kristen. Hal ini akan sulit dilakukan oleh
para misionaris secara perorangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar