Senin, 16 Januari 2012

Sejarah Gerakan Misionaris Di Dunia Islam 10

Bagian Kesepuluh
John Moot, seorang misionaris Afrika dalam bukunya menulis, “Metode terang-terangan atau langsung para misionaris tidak  berhasil menarik kaum muslimin untuk berpaling dari agamanya, karena baju yang digunakan oleh para misionaris hanyalah menimbulkan kebencian.”  Roise, seorang misionaris lainnya juga mengkritik cara langsung gereja dalam menyebarkan ajarannya. Dia berkata, “Kami melihat sekelompok misionaris telah bertahun-tahun hidup di sebuah kota, namun mereka tidak mampu menemukan teman seorang pun.

Periode penjajahan Afrika oleh bangsa Barat memiliki dua dampak besar bagi agama Kristen. Pertama, masuknya pengaruh Kristen ke wilayah-wilayah Afrika yang belum disentuh oleh dakwah Islam, seperti Afrika Tengah dan Selatan. Kedua, meningkatkan semangat anak-anak kaum muslimin untuk bersekolah di sekolah-sekolah baru yang mengajarkan plajaran-pelajaran yang bersumber dari Barat. Dengan demikian, murid-murid di sekolah ini akan jauh dari ilmu-ilmu Islam. Apalagi, sekolah-sekolah Kristen tersebut telah mengajarkan huruf latin dan menyingkirkan pelajaran bahasa Arab sehingga rakyat Afrika akhirnya melalaikan peninggalan budaya dan bahasa mereka yang ditulis dalam huruf Arab.
Menurut para misionaris, pengajaran adalah cara dakwah yang paling bagus. Mereka amat mengutamakan pendidikan di kalangan anak-anak karena anak-anak memiliki kesiapan dan bakat untuk menerima pengajaran. John Moot, misionaris Amerika, juga menekankan pentingnya peran sekolah-sekolah dalam penyebaran ajaran Kristen. Dia berkata, “Kami harus mengajarkan ajaran agama kepada anak-anak. Sebelum dewasa, anak-anak itu harus  kami tarik ke arah Kristen dan sebelum konsep Islam terbentuk dalam dalam jiwa anak-anak itu, jiwa mereka harus kami tundukkan.”
Dewasa ini, salah satu tujuan sekolah-sekolah dan pusat-pusat universitas yang terkait dengan misionaris adalah mendidik orang-orang yang kelak akan berpengaruh dalam pemerintahan dan bisa menjadi pemimpin di negara mereka. Adalah jelas bahwa misionaris akan mudah mencapai tujuannya bila yang digarapnya adalah orang-orang yang pernah mendapat pendidikan di sekolah-sekolah Kristen.  Buktinya bisa kita lihat pada negara-negara Afrika, yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Ketika di antara tahun-tahun 1950-1970, negara-negara itu mencapai kemerdekaannya, tiba-tiba mereka mendapati bahwa presiden mereka ternyata seorang Kristen.
Kegagalan dalam menjalankan program pembangunan, kekeringan, kelaparan, dan utang yang sangat banyak yang dimiliki negara-ngara Afrika telah makin mempermudah masuknya pengaruh misionaris di negara-negara itu karena mereka mendapat perlindungan dana yang sangat luas dari negara-ngara barat.
Penyebaran ajaran Injil yang meluas dan dilakukan secara gratis di tengah masyarakat, propaganda dan penyebaran budaya sekularisme Barat, dan perluasan ajaran barat secara sangat luas merupakan beberapa metode misionaris di Afrika.
Metode lain yang dipakai para misionaris adalah pelayanan kedokteran dan kesehatan. Para dokter memberikan  dukungan yang amat besar bagi gerakan misionarsi dalam mencapai tujuannya. Menurut mereka, di manapun manusia di dunia ini, orang yang sakit akan selalu ada dan orang sakit akan selalu memerlukan dokter. Di manapun ada kebutuhan terhadap dokter, di sanalah ada kesempatan untuk menyebarkan ajaran agama.
Di Afrika banyak terdapat rumah sakit dan klinik-klinik kesehatan yang dikelola para misionaris Kristen. Meskipun kaum misionaris mengatakan bahwa tujuan dari kegiatannya ini tidak lebih dari pemberian pertolongan kepada masyarakat, akan tetapi, di sebagian kawasan, para misionaris itu tanpa tedeng aling-aling menerangkan secara jelas tujuan asli kegiatan mereka itu. Mungkin hal ini didasari oleh pandangan mereka yang terlalu menganggap bodoh masyarakat pribumi.
Kondisi seperti ini tercatat dengan jelas pada sebuah buku berjudul “Christian Workers”. Contohnya adalah pada beberapa kawasan di Sudan. Di sana, ketika tengah mengobati para pasiennya, para dokter Kristen memulai aktivitas pengobatannya dengan meminta penyembuhan dari Al-Masih. Sejumlah dokter Kristen di kawasan Nasser bahkan secara terang-terangan memberikan syarat pengobatan kepada pasiennya berupa kesediaan  para pasien untuk mengakui bahwa yang akan menyembuhkannya itu adalah Al-Masih.
Tanggal 20 Mei 2002 lalu, dua orang dosen universitas telah menulis surat pada redaksi majalah New York Times. Mereka menulis bahwa dalam kunjungan mereka ke Afrika Selatan, keduanya berkenalan dengan sejumlah besar misionaris Kristen yang mengaku datang ke sana membawa misi memerangi kefakiran dan penyakit AIDS. Akan tetapi, setelah beberapa kali berkomunikasi, kedua dosen itu menyadari bahwa tujuan asli kaum misionaris itu sama sekali bukan pertolongan terhadap masyarakat Afrika, melainkan secara prkatis mereka ingin mendirikan gereja yang besar untuk kemudian mengkristenkan warga pribumi. Koran New York Times juga menulis kesaksian kedua dosen itu bahwa para misionaris itu mengabaikan warga setempat dalam pendidikan cara-cara memerangi AIDS.
Para misionaris yang dikirim ke negara-negara Afrika umumnya dilatih untuk bisa menghormati seluruh adat dan budaya Islami yang dianut oleh masyarakat setempat dengan tujuan agar mereka bisa menarik perhatian masyarakat pribumi. Ketertarikan kaum pribumi terhadap para misionaris itu akan sangat memudahkan para misionaris dalam menyebarkan ajaran Kristen.
Contohnya, di Afrika, mereka menyebarkan ajaran melalui berbagai cerita rakyat yang tersebar di berbagai suku Afrika, akan tetapi, isi cerita rakyat yang awalnya berupa pesan khusus dari budaya masyarakat setempat itu, mereka ubah sesuai dengan tujuan misionaris mereka. Terkadang, kita bisa menyaksikan bahwa di beberapa kawasan Afrika, nyanyian-nyayian gereja mendapatkan inspirasi dari lagu-lagu rakyat. Contoh yang terkenal adalah lagu “Bambu” yang awalnya menggambarkan fase terakhir dari kedewasaan seorang pemuda Afrika, sekarang memiliki makna yang berbeda ketika dinyanyikan pada ritus-ritus gereja.
Lagu tersebut kini dimaknai sebagai masuknya seseorang kepada agama Kristen. Atau misalnya, pada hari Minggu,  di beberapa kota Afrika para misonaris Kristen bersama-sama dengan orang-orang Kristen pribumi mengenakan pakaian kebesaran suku setempat dan dengan pakaian itulah mereka melakukan ritus keagamaan di gereja sambil memukul gendang menyanyikan lagu dan menari secara bersama-sama.

Tidak ada komentar: