Gerakan Misionaris di Negara-Negara Muslim
(15)
Memburuknya hubungan antara
para penganut Kristen dengan gereja di negara-negara Barat selama
tahun-tahun terakhir ini, menunjukkan peningkatan. Wartawan United Press
dalam laporannya mengenai penurunan jumlah penganut Kristen menulis, “Pada
tahun 1975, delapan juta orang di Inggris menjadi anggota gereja. Angka ini
pada tahun 1992, menurun hingga 6,7 juta orang. Pada tahun 2005, diramalkan
akan menurun hingga 5,7 juta orang. Dari sisi ini, Inggris berada dalam
posisi kedua setelah Belanda. Menurut mingguan
Spiegel Jerman, jumlah
pengikut gereja Katolik dan Protestan juga menurun. Di Italia, harian La
Republica yang menukil Franco Garti, sosiolog negara ini menulis, jumlah
orang Kristen di Italia telah menurun. Ada sekelompok Kristen namun mereka
tidak menjalankan aturan agama atau tidak mengakui akhirat. Mereka ini
menyebabkan goncangan iman seseorang dan pada akhirnya mengurangi pemeluk
agama.”
Pada saat di dunia Kristen
jumlah pengikutnya semakin berkurang, jumlah misionaris yang dikirimkan ke
negara-negara Islam malah semakin meningkat. Tujuan politik dan budaya
memiliki peran penting dalam kehadiran para misionaris ke negara-negara
Islam. Tujuan ini semakin penting bagi mereka karena ketidakberhasilan
mereka di negara-negara Barat.
Sebagaimana kita ketahui,
periode penyebaran ajaran Kristen oleh Isa Al-Masih relatif pendek. Oleh
karena itu, ketika Isa Al-Masih diangkat Allah naik ke langit, pengikutnya
tidaklah banyak. Namun, para pengikut Nabi Isa a.s. yang dalam sejarah
dikenal sebagai kaum Hawariyun meneruskan penyebaran ajaran-ajaran beliau.
Bertahun-tahun setelah
mi’rajnya Nabi Isa Al-Masih, ajaran beliau belum ada yang dibukukan. Kitab
suci Injil yang terdiri dari perjanjian baru dan perjanjian lama baru
dibukukan secara lengkap pada akhir abad ke-4 Masehi. Oleh karena itu,
menurut Robert Hume, penulis buku “Agama-Agama Dunia” , “Dunia Kristen
sampai sekarang masih belum sepakat mengenai apa saja yang benar-benar
merupakan isi dari kitab suci Kristen.”
Perlu disebutkan pula bahwa
kitab suci terdiri dari berbagai risalah yang berbeda dan tidak mengandung
keteraturan, urutan, dan keserasian dalam penempatan berbagai risalah
tersebut. Wyncken, ilmuwan kontemporer Jerman dan ahli teologi pernah
menulis, “ Adalah hal yang menakjubkan bahwa sekumpulan tulisan yang tidak
sejenis dalam bentuk satu kesatuan, yang ada di antara masyarakat, dinamakan
buku kalam Ilahi.”
Pada abad ke-19, dilakukan
penelitian dan penelaahan terhadap kitab Perjanjian Lama dan Baru dan
ditemukan berbagai kesalahan ilmiah, sejarah, dan lain-lainnya. Hal ini
membuat sebagian penganut Kristen, di antaranya Richard Bush, penulis buku
“Dunia Relijius, Agama dalam Masyarakat Dewasa Ini”, menulis, “Dewasa
ini, sebagian besar umat Kristiani meyakini bahwa dalam kitab suci mereka
terdapat kesalahan kata-kata.” Kitab suci Kristen mengandung nilai-nilai
ketuhanan, namun, bukanlah benar-benar kata-kata Tuhan. Oleh karena itu,
memiliki berbagai kesalahan yang mengundang keingintahuan dari para realis
dan orang-orang yang penuh keingintahuan, yang tidak bisa dijawab.
kini kami akan melanjutkan
pembicaraan dengan meninjau aktivitas misionaris di Tajikistan. Tajikistan
adalah salah satu negara di Asia Tengah. Setelah keruntuhan Uni Soviet,
berbagai delegasi misionaris berdatangan ke Tajikistan dan sebagian besarnya
berkedok di balik pelayanan sosial dan kesehatan. Karena kondisi ekonomi dan
sosial yang kurang baik di negeri itu, para misionaris berharap bisa menarik
perhatian penduduk dengan memberikan bantuan pengobatan. Mereka beranggapan
bahwa dokter adalah kedok yang paling baik dipakai untuk melaksanakan
aktivitas misionarisnya di Tajikistan. Karena, para dokter bisa berhubungan
dengan segala lapisan masyarakat daan dengan demikian dia bisa menyebarkan
pemikirannya di tengah-tengah masyarakat. Pada misionaris berkeyakinan bahwa
para dokter adalah Injil hidup karena mereka mampu menarik orang-orang
sekitarnya untuk memeluk Kristen atau minimalnya memberi pengaruh ajaran
Kristiani yang mendalam ke dalam jiwa orang-orang di sekitarnya.
Oleh karena itu, salah satu
metode para misionaris adalah mendirikan rumah sakit-rumah sakit, panti
asuhan anak yatim, dan pusat-pusat bantuan sosial di berbagai kawasan
miskin. Baru-baru ini, gereja di kota Dusyanbe, ibu kota Tajikistan,
mengundang penduduk untuk datang agar mendapatkan perawatan gratis. Namun,
di sana, para dokter menyebarkan ajaran Kristen dengan cara membacakan doa
sebelum memeriksa pasien. Kelompok misionaris yang berkedok dokter ini
berkebangsaan Korea namun mendapat perlindungan dari Amerika. Mereka juga
menjalankan aktivitas misionaris mereka melalui penerbitan di Tajikistan
dengan kedok kemanusiaan.
Penggunaan media massa
seperti surat kabar, buku-buku, stasiun televisi dan radio serta pembuatan
film sinema, merupakan salah satu cara untuk menyebarkan ajaran Kristiani.
Mingguan Tajikistan dalam laporan khususnya mengenai film-film yang
menyebarkan ajaran Kristen, menulis, “Tujuan film ini adalah untuk menarik
kaum muda muslim Tajikistan ke dalam agama Kristen. “ Mengenai hal ini pula,
sebuah majalah misionaris “Religious Broadcasting” pada bulan Januari 1996
menulis mengenai sebuah program besar bernama “Kehidupan Baru di Tahun
2000”. Di antara tujuan program ini adalah mengirimkan sekelompok ke seluruh
dunia untuk mengubah keyakinan dan kepercayaan agama masyarakat dan
menyebarkan tujuan-tujuan misionaris mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar