Bagian
Kesebelas
Para misionaris ketika memasuki benua Afrika menemukan fakta yang
mengejutkan yaitu sedemikian luasnya pengaruh Islam di benua ini. Penyebaran
Islam di Afrika tidak dilakukan secara sistematis oleh kaum muslimin dan
para muballigh Islam. Politik kolonialisme dan penjajahan terhadap berbagai
wilayah Afrika oleh Belgia, Portugis, Perancis, dan Inggris dalam waktu yang
sangat lama memberikan kesempatan yang luas bagi para misionaris untuk
menyebarkan ajaran Kristen di benua ini.
Menyusul ucapan Paus pada akhir tahun 1960-an bahwa “dunia secara menyeluruh
harus menjadi Kristen”, serangan para misionaris terhadap berbagai agama
lain, terutama Islam, muncul dalam bermacam-macam bentuk. Dengan mengadakan
berbagai konferensi, yayasan, organisasi, dan lembaga keagamaan di berbagai
negara, para misionaris melakukan aktivitasnya secara amat luas di berbagai
lapisan masyarakat. Yayasan-yayasan ini, setiap tahun membagi-bagikan
ratusan ribu Injil, buku-buku, dan majalah secara gratis untuk menyebarkan
pemikiran Kristen di tengah pemuda dan remaja dan berbagai lapisan
masyarakat lainnya. Yayasan-yayasan ini memanfaatkan penulis, psikolog, dan
spesialis lain yang terkemuka agar isi tulisan, warna, gambar dan desain
grafis jilid buku, serta foto-foto bisa menarik perhatian pembaca.
Yayasan Emier merupakan salah satu contoh dari yayasan misionaris yang
bertujuan utnuk memukul Islam. Yayasan ini memilki 13 penerbitan dan salah
satu aktivitasnya adalah menerbitkan buku dengan gambar-gambar yang menarik
bagi anak-anak. Yayasan “Amalur-rab” adalah contoh lain yayasan misionaris,
yang memiliki ribuan pegawai profesional di berbagai bidang. Yayasan yang
didirikan tahun 1928 dan didukung oleh Paus Johannes Paulus Kedua ini, juga
bergerak di bidang politik. Di berbagai negara, yayasan ini melakukan
mata-mata dan melakukan campur tangan dalam urusan pemerintahan.
Penerbitan Injil dalam bahasa lokal merupakan salah satu kegiatan
yayasan-yasan misionaris. Seorang ustad muslim di negara Pantai Gading
Afrika menceritakan bahwa suatu hari di desanya dia didatangi oleh
sekelompok pendeta yang meminta dia mengajarkan bahasa tradisional, dan
tidak lagi mengajarkan bahasa Perancis atau Arab demi menjaga bahasa asli
desa itu. Ustad muslim itu dengan cerdas mengetahui tujuan sesungguhnya para
pendeta tersebut.
Ustad muslim itu kemudian berkata keapda para pendeta tersebut, “Tujuan Anda
untuk meminta saya mengajar bahasa tradisional kepada masyarakat adalah
karena Anda sudah menerjemahkan Injil ke dalam bahasa asli kami dan Anda
ingin agar pemikiran Kristen disebarkan kepada masyarakat dengan mudah.
Sayang sekali Quran sangat sedikit diterjemahkan ke dalam bahasa asli dan
karena itu Anda meminta saya untuk tidak mengajarkan bahasa Arab, karena itu
akan membuat masyarakat lebh memahami Quran dan bila mereka sudah memahami
Quran, mereka tidak akan mendengarkan perkataan Anda.”
Berkenaan dengan masalah penggunaan fasilitas canggih oleh para misionaris
untuk menyebarkan pemikiran mereka, Doktor Zainab Abdul Aziz dalam pidatonya
dalam Konferensi Toleransi Islam di Casablanca, Maroko, yang berjudul
“Perluasan Propaganda Kristen dan Pentingnya Kewaspadaan Dunia Islam”
berkata, “ Pada tahun 1990, di kota Brussel didirikan sebuah universitas
bernama Penyebaran Kristen. Universitas ini memiliki pengajar-pengajar dari
kalangan jurnalis dan pembicara terkemuka yang mahir dalam menyampaikan ilmu
agama dan pengajaran gereja. Mereka bertujuan untuk mendidik para misionaris.
Di antara perlengkapan canggih yang dimiliki universitas ini adalah satelit
Luman 2000 yang bertujuan untuk menyebarkan terjemahan Injil dalam berbagai
bahasa ke seluruh penjuru dunia sehingga bisa ditangkap oleh pesawat radio.
Negara-negara seperti Sudan, Kenya, dan Uganda dengan mudah bisa menangkap
siaran radio berisi terjemahan Injil ini dengan kualitas suara yang sangat
bagus. Satelit ini dioperasikan dengan bekerjasama dengan Vatikan dan
pejabat kota Dallas Amerika.
Tanzania, sebuah negara di timur Afrika yang lebih dari 60 persen
penduduknya muslim, kekuatan politiknya lebih banyak berada di tangan
orang-orang Kristen yang populasinya hanya 30 persen. Kaum Kristiani di
negara ini memiliki aktvitas yang sangat luas, mulai dari radio, televisi,
sampai internet untuk menyebarluaskan kebudayaan kristen di tengah
masyarakat Tanzania. Sejumlah 6000 pendeta kristen di puluhan gereja
melakukan aktivitasnya di negara ini. Mereka, sebagaimana juga di
negara-negara Afrika lainnya, memanfaatkan tokoh-tokoh politik Tanzania
untuk menyebarkan pemikirannya. Meskipun mereka menyatakan tidak campur
tangan dalam urusan politik dalam negeri Tanzania, namun kenyataannya, dalam
pemilu presiden, Dewan Gereja bahkan secara resmi menyampaikan pesan lewat
radio dan koran mengenai keistimewaan seorang presiden. Aksi penguasaan
terhadap sendi-sendi sebuah negara merupakan salah satu metode para
misionaris untuk menyebarkan ajaran mereka.
Pendeta Peel, seorang pejabat gerakan misionaris di Afrika timur, pernah
mengatakan, “Tidak boleh ada negara Kristen yang memperbolehkan agama
Kristen diperlakukan sama seperti agama-agama lainnya. Agama Kristen harus
dikenalkan sebagai agama superior. Sebuah pemerintahan Kristen haruslah
menunjukkan kinerjanya hingga masyarakat merasakan bahwa mereka yang pernah
mengecap pendidikan kerohanian Kristen ini memiliki nilai yang lebih
dibandingkan dengan orang lain dalam pekerjaan di pemerintahnya.”
Akan tetapi, meskipun telah dilakukan upaya yang sangat luas oleh para
misionaris Kristen di Afrika serta telah digunakannya berbagai fasilitas
dan keuangan yang sangat banyak dalam program misionaris itu, kenyataan
menunjukkan bahwa kelompok-kelompok penyebaran agama Kristen itu tidak
pernah mampu mencapai tujuan-tujuan mereka. Sebuah majalah AS “Life” pernah
menulis sebagai berikut.
“Di
Afrika meskipun kaum misionaris yang jumlahnya tak terhingga telah melakukan
berbagai program penyebaran agama, dan untuk itu telah dikeluarkan dana yang
tidak terhingga, mereka hanya mampu mengkristenkan satu berbanding 10 orang
Afrika yang masuk Islam. Padahal, Islam hingga kini tidak pernah mengirimkan
satupun kelompok penyebar agama secara resmi ke tempat manapun di dunia.
Umat Islam juga tidak pernah mendirikan rumah sakit, masjid, dan pusat
pendidikan sebagai cara untuk menyebarkan ajaran mereka.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar