Bagian
Keempat Belas
Menyusul keruntuhan Uni Soviet dan kemerdekaan
negara-negara Asia Tengah, puluhan kelompok misionaris atas dukungan
negara-negara Eropa dan Amerika dikirimkan ke wilayah ini. Pada pertemuan
kita kali ini, kami akan membahas kegiatan para misionaris di Azerbaijan.
Selamat mengikuti.
Secara umum, metode yang dipakai delegasi misionaris di
Azerbaijan sama dengan metode mereka di Afrika. Mereka memanfaatkan situasi
sosial-ekonomi yang buruk di negara tempat mereka bertugas dan dengan
berbagai cara mereka berusaha melakukan berbagai infiltrasi di tengah
masyarakat. Kemiskinan dan kesulitan ekonomi dan sosial di negar-negara yang
baru merdeka seperti Azarbaijan merupakan kondisi yang cocok bagi para
misionaris untuk melaksanakan misi mereka. Para misionaris itu mendapat
dukungan dana yang besar dan perlindungan politik dari negara-negara Barat,
seperti AS, Inggris, Perancis, Jerman, dan Belgia.
Misionaris Barat ini berusaha menyembunyikan tujuan
politik dan budaya mereka dengan cara mendirikan berbagai organisasi. Mereka
menampakkan kepada masyarakat bahwa tujuan mereka adalah menolong
kemanusiaan. Namun, karena kebutuhan ekonomi rakyat Azerbaijan, mereka juga
melakukan pemaksaan. Misalnya, sebagaimana yang dilakukan oleh sebuah
organisasi bantuan kemanusiaan bernama Adra.
Harian Musawat Nawin, terbitan Baku, mengenai organisasi
ini menulis, meskipun sudah jelas bahwa organisasi ini adalah sebuah gerakan
misionaris yang disponsori Amerika, namun para pejabatnya menyangkal
kenyataan tersebut. Ketika pejabat Azerbaijan mengumumkan bahwa organisasi
ini adalah sebuah lembaga misionaris Amerika, pemimpinnya, Vaksun malah
menyatakan bahwa ada 400 ribu warga Azarbaijan yang mendapat bantuan dari
organisasi ini. Dia mengancam, bila tekanan dari para pejabat politik dan
media massa Azerbaijan terus berlangsung, organisasi ini akan menghentikan
bantuannya tersebut.
Dukungan langsung pemerintahan negara-negara Barat
seperti AS atau organisasi keamanan dan kerjasama Eropa (OSCE) terhadap
kelompok-kelompok misionaris ini justru semakin membuka tujuan politik
mereka. Perlindungan kedutaan besar AS di Azerbaijan terhadap kelompok
misionaris dengan alasan melindungi kebebasan aktivitas kelompok agama juga
lebih membuktikan kenyataan ini.
Sementara kementrian luar negeri AS mengklaim bahwa agama
minoritas di Azerbaijan menghadapi berbagai masalah, kelompok misionaris
Barat dengan bebas dan leluasa melakukan aktivitas mereka. Menyusul adanya
kesempatan untuk mendaftarkan secara resmi organisasi dan yayasan agama di
Republik Azerbaijan, aktivitas misionaris di negara ini semakin meningkat.
Di antara organisasi-organisasi yang telah mendaftarkan diri, lebih dari 40
di antaranya adalah organisasi yang terkait dengan kelompok Kristen dan
Yahudi. Perlu disebutkan pula bahwa banyak kelompok misionaris lainnya yang
tetap melakukan aktivitasnya meskipun belum mendaftarkan diri.
Padahal, pemerintah Azerbaijan sudah menuduh bahwa
sebagian organisasi-organsasi misionaris tersebut sebagai mata-mata. Nomik
Abasov, menteri keamanan Republik Azerbaijan dalam wawancara dengan televisi
negara itu menyatakan, “Agen keamanan negara-negara luar yang berkedok
organisasi misionaris memiliki tujuan masing-masing di Azerbaijan yang
bertentangan dengan kepentingan negara ini.” Dalam masalah ini, pemerintah
Baku bahkan sudah mengusir beberapa misionaris Barat yang terbukti melakukan
aktivitas ilegal dan mata-mata. Namun, atas bantuan pejabat AS, mereka bisa
kembali lagi ke Azerbaijan dan meneruskan kegiaan mereka.
Di sisi lain, tampak bahwa tindakan pemerintah Baku dalam
memberantas aksi mata-mata para misionaris masih bersifat setengah-setengah.
Para misionaris di Azerbaijan hingga kini bebas menyebarkan buku-buku dan
brosur propaganda Kristen di jalan-jalan dan stasiun-stasiun yang dipenuhi
lalu-lalang masyarakat. Sebaliknya, penduduk Azerbaijan yang 90% di
antaranya adalah muslim malah menemui banyak kesulitan dalam mengajarkan
agama Islam di kalangan mereka sendiri. Sebagai contoh, Menteri Pendidikan
dan Pengajaran Azerbaijan, Misir Mardinov, menentang dicantumkannya mata
pelajaran agama di sekolah-sekolah. Menurut pandangan pengamat masalah
Azerbaijan, tindakan ini menunjukkan adanya upaya dari pihak pemerintah
untuk mengurangi peran Islam dalam kehidupan masyarakat di negara ini.
Para misionaris juga sangat memperhatikan penyebaran
ajaran Kristen di tengah anak-anak. Alasannya adalah karena anak-anak
memiliki hati yang masih bersih dan polos. Ajaran dan pendidikan apapun yang
ditanamkan kepada anak-anak akan berpengaruh hingga ketika ia besar nanti.
Kepribadian sejati seorang manusia dibentuk sejak ia masih kanak-kanak. John
Moot, seorang misionaris terkenal pernah menyatakan, “Kita harus menarik
anak-anak ke dalam ajaran Kristen sejak mereka masih kecil.”
Tahun yang 2002 yang lalu, sebuah surat kabar “Echo”
terbitan Baku edisi 9 April menulis bahwa gereja Baptist di Azerbaijan telah
memanfaatkan kondisi kemiskinan anak-anak untuk menarik mereka ke dalam
ajaran Kristen. Anak-anak yang menjadi terget gereja ini adalah mereka yang
berusia antara 6 hingga 10 tahun.
Selain itu, para misionaris juga menyusup ke militer
Azerbaijan. Sabir Hasanali, sekretaris urusan umat muslimin Kaukasus dan
Rektor Universitas Islam Republik Azerbaijan dalam sebuah wawancara dengan
televisi INS Azerbaijan, menyatakan, “Anggota misionaris dengan memanfaatkan
kesulitan hidup para tentara angkatan bersenjata Azerbaijan, berusaha untuk
menjauhkan mereka dari Islam.” Sayyid Mahdi Kaliov peneliti di bidang ilmu
keislaman berkeyakinan bahwa sembilan puluh persen aktivitas misionaris di
Azerbaijan adalah untuk membawa negeri ini ke dalam perang saudara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar