Bagian
Kedua Belas
Surat
kabar New York Times pernah menulis laporan yang berisi sebagai berikut.
“Organisasi Amerika yang bernama Pendeta-Pendeta Kristen Internasional
yang bermarkas di Indianapolis telah mendidik lebih dari 4500 misionaris
yang bertujuan untuk mengkristenkan kaum muslimin di berbagai negara dunia.
Organisasi ini meningkatkan aktivitasnya setelah kejadian 11 September. Masa
penugasan para pendeta misionaris tersebut adalah enam tahun.”
Selama
beberapa tahun terakhir, gerakan misionaris telah menghabiskan dana yang
sangat besar untuk menyampaikan ajaran mereka demi melawan Islam. Dengan
mendirikan berbagai pusat dan yayasan propaganda, mereka berusaha untuk
menyampaikan pemikiran-pemikiran Kristen di berbagai penjuru dunia. Di
antara negara-negara dunia, negara-negara Afrika memiliki tempat yang khusus
dalam pandangan para misionaris. Kunjungan para pejabat tinggi gereja
seperti Paus, ke benua Afrika selama dua dekade terakhir ini membuktikan
posisi khusus tersebut.
Untuk
menyebarkan ajaran Kristen ke negara-negara dunia, para misionaris melakukan
berbagai usaha. Salah di antara metode yang mereka pakaiadalah mengubah
pengajaran Kristen dan menyesuaikannya dengan kebudayaan masyarakat pribumi.
Metode seperti ini diungkapkan dalam sebuah buku berjudul “Re-thinking
Mission” dan dianggap sebagai sesuatu hal yang diperbolehkan dalam
penyebaran Kristen. Buku ini diterbitkan pada tahun 1932 oleh sebuah yayasan
misionaris. Menurut buku ini, propaganda Kristen harus terus dilakukan,
namun metode-metodenya harus diubah agar sesuai dengan perkembangan zaman.
Contoh
pelaksanaan metode ini adalah mengenai masalah perkawinan. Sebagian mazhab
Kristen di Eropa hanya mengizinkan monogami dan tidak memperbolehkan
percraian. Namun, di Afrika, mazhab Kristen tersebut mengubah ajaran mereka
dengan mengizinkan kaum pribumi Afrika untuk menikahi lebih dari satu
perempuan dan melakukan perceraian.
Lebih
jauh lagi, para misionaris bahkan mengubah wajah Isa Al-Masih. Selama ini,
Isa Al-Masih di Eropa digambarkan sebagai seorang kulit putih dan berambut
pirang panjang. Namun, demi menyesuaikan dengan kebudayaan Afrika, di
negara-negara Afrika mereka menggambarkan bahwa Isa Al-Masih seorang
Ethiopia berkulit hitam dan berambut keriting.
Para
misionaris dengan berbagai alasan, di antaranya ketakutan mendalam atas
meluasnya pengaruh Islam di benua Afrika, memiliki dendam yang mendalam
terhadap Islam dan kaum muslimin. Rasa dendam itu dimunculkan dalam berbagai
bentuk. Sebagai contoh, mereka menggerakkan pribumi Kristen Afrika untuk
memerangi kaum muslimin, sebagaimana terjadi di Uganda, Malawi, dan
Tanzania. Dalam majalah dan buku-buku yang mereka terbitkan, mereka
menggambarkan Islam dengan buruk demi. Sebagai contoh, majalah Vision edisi
Mei 1986, pada halaman pertamanya memasang foto Isa Al-Masih yang berwajah
tenang dan melambaikan tangan penuh cinta yang disandingkan dengan foto
seorang ruhaniwan muslim yang bertampang marah dan memegang sebilah pedang.
Foto-foto yang diberi judul “Isa Al-Masih dan Islam” ini bertujuan untuk
menanamkan gambaran dalam pikiran para pembaca bahwa Islam adalah agama yang
kasar dan sebaliknya, Krisen adalah agama yang membawa perdamaian.
Nigeria adalah sebuah negara di bagian barat Afrika dan merupakan negara
dengan penduduk muslim terbanyak di Afrika. Rakyat Nigeria, setelah
berjuang dalam waktu lama untuk melawan para penjajah, akhirnya pada tahun
1960 berhasil meraih kemrdekaannya. Menurut catatan sejarah, Islam masuk ke
negara ini sejak abad ke-8 melalui jalan perdagangan dan Islam berkembang
pesat di utara negara ini. Pada tahun 1553, penjajah Inggris masuk ke negara
ini bersama-sama dengan kelompok misionaris. Para misionaris inilah yang
menjadi pelaksana politik Inggris di Nigeria. Lugard, penguasa Inggris di
Nigeria, didampingi seorang misionaris bernama Miller merupakan pelaksana
utama politik pengajaran kolonialis di negara ini.
Politik pengajaran Inggris di Nigeria memiliki tujuan-tujuan misionaris dan
propaganda. Ketua kelompok misionaris Inggris menulis, “Kami sejak saat ini
menggunakan Injil sebagai salah satu buku pelajaran. Beberapa bagian di
ntaranya yang telah dipilih secara cermat, dijadikan bahan untuk latihan
menulis para pelajar. Kami berpikir bahwa ini adalah kesempatan propaganda
yang sangat bagus.”
Aktivitas kelompok misionaris di urusan politik juga sangat besar. Ketika
rakyat muslim dan pejuang Nigeria berhasil meraih kemerdekaan dari Inggris
dan mendirikan pemerintahan, pasukan Inggris dengan pertolongan para
misionaris mendalangi kudeta dan membunuh beberapa pemimpin muslim, di
antaranya Tafawa Balewe dan Ahmad Bello. Kudeta ini dilakukan oleh lima
perwira Kristen dari kabilah Eibo yang diketuai Jenderal Aguiyi Ironsi.
Dalam sebuah majalah bulanan terbitan London tahun 1966, ditulis mengenai
terbunuhnya para pemimpin muslim Nigeria ini. Menurut majalah tersebut,
“Kejadian ini diperlukan agar dapat menghalangi pengaruh kaum muslim di
utara yang semakin hari semakin meningkat.”
Dalam
buku “Nigeria Tahun 1966” yang diterbitkan di Lagos, ibu kota negara ini,
tertulis, “Sejarah masa lalu dengan jelas menunjukkan bahwa ketika Nigeria
yang memiliki penduduk mayoritas muslim mendirikan negara federal dengan
pemerintahan pusat di Lagos, situasi negara berjalan dengan baik. Tetapi,
keinginan orang-orang Eibo Kristen untuk memimpin kaum muslimin dan untuk
membalas dendam secara kejam terhadap para pemimpin muslim, membuat
kepentingan negara dikorbankan oleh ambisi-ambisi yang tidak pada tempatnya
dan nafsu balas dendam kaum minoritas Kristen.”
Setelah terbunuhnya Jenderal Ironsi dalam pelarian, Ojukwu, komandan militer
provinsi timur Nigeria yang berpenduduk mayoritas Kristen, mengumumkan
kemerdekaan daerah tersebut dan mendirikan negara baru yang bernama Biafra.
Tindakan ini, menurut media massa Barat, mendapat perlindungan dari
negara-negara Barat dan Vatikan karena keberadaan sumber minyak di provinsi
tersebut.
Ketika
akhirnya Biafra berhasil dijatuhkan oleh pemerintahan pusat Nigeria, di
antara para pemberontak yang tertangkap ditemukan 150 ruhaniwan Kristen.
Pemerintahan pusat Nigeria kemudian mengusir keluar para misionaris tersebut
yang di antaranya warga negara Selandia Baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar