Bagian Ketujuh
Pada bagian lalu, kita telah membahas aktifitas kelompok
misionaris Kristen yang telah berjalan selama bertahun-tahun, bahkan
berbad-abad, dengan mengirimkan utusan mereka ke tengah-tengah masyarakat
Islam. Mereka pun bahkan telah membentuk suatu lembaga yang terorganisasi
dan rapi. Para misionaris telah berusaha menciptakan keraguan-raguan di
tengah kaum muslim terhadap ajaran Islam. Kini, kami akan berbicara mengenai
usaha misionaris yang lain, yaitu
penyelewengan penerjemahan Al-Quran.
Sebagian besar dari terjemahan-terjemahan Al-Qur’an ke
dalam berbagai Bahasa Eropa yang telah bertahun-tahun dilakukan oleh para
misionaris dan kelompok orientalis, jauh dari kebenaran dan hakikat.
Peneliti seperti Marakachi dari Italia, memperoleh inspirasi dalam
menerjemahkan Al-Qur’an dari para misionaris. Andre Duryer (1580-1660)
seorang warga Burgan Prancis telah menerbitkan sebuah terjemahan sederhana
mengenai Al-Qur’an dalam bahasa Prancis dengan judul Alcoron Mahomet. Dia
bekerja sebagai pedagang dan melaksanakan urusan-urusan Konsuler Prancis di
negara-negara Timur. Buku Duryer ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai
bahasa Eropa, dan selama masa satu abad menjadi sumber pengetahuan
masyarakat Eropa terhadap Islam.
Setelah itu, muncul tokoh lain bernama Arthur John
Arberry (1905-1969) seorang Inggris ahli masalah timur. Dengan menyebutkan
berbagai contoh kekurangan dalam terjemahan Andre Duryer, dia menulis,
“Inilah pandangan penterjemah yang tendensius, fanatik, dan memiliki
keyakinan terhadap Al-Qur’an. Terjemahan Andre sangat jauh dari kebenaran
dan tidak melakukan penelaahan yang mendalam.”
George Sale (1697-1736), satu lagi orang Inggris ahli
masalah timur dan juga seorang penerjemah Al-Qur’an, menulis, “Selama
bertahun-tahun bahkan berabad-abad, berbagai informasi yang diperoleh oleh
masyarakat Eropa mengenai Islam dan Al-Qur’an, bersumber dari
kelompok-kelompok Kristen fanatik. Dengan dasar tendensi dan dendam, mereka
mengetengahkan berbagai alasan yang dibuat-buat. Sifat dan tindak tanduk
kaum Muslimin yang baik, dilupakan samasekali. Namun, apabila mereka
membicarakan kejelekan kaum muslimin, mereka justru menampilkan kekurangan
itu sebesar gunung.
Salah satu cara yang ditempuh oleh kelompok misionaris,
ialah melakukan berbagai penerjemahan Al-Qur’an ke dalam berbagai bahasa
daerah secara tidak sempurna dan kurang, lalu menerbitkan dan
membagi-bagikannya di antara kabilah-kabilah dan suku-suku yang jauh.
Misalnya, sewaktu kelompok misionaris Kristen masuk ke Afrika, mereka
langsung mencetak Injil dan terjemahan sebagian dari surat-surat Al-Qur’an.
Sudah barang tentu para misionaris menterjemahkan Al-Qur’an sedemikian rupa
sesuai dengan pandangan mereka, kemudian dibagi-bagikan kepada masyarakat
setempat. Tujuan utama kelompok misionaris ini adalah agar warga pribumi
mengerti bahwa Al-Qur’an telah diselewengkan, sehingga mereka dapat
membandingkan dan mengesankan sedemikian rupa bahwa Kristen lebih baik dari
Islam.
Sekalipun kelompok misionaris ini telah berupaya dalam
bidang tersebut, namun berbagai peristiwa sejarah dan berlalunya zaman telah
menunjukkan, betapa para misionaris tersebut tidak berhasil mencapai
tujuannya. Karena itulah penduduk asli Afrika tidak menggubris pernyataan
dan perbuatan mereka, bahkan mereka memalingkan wajah mereka. Hasil dari
perbuatan kelompok misionaris yang memutarbalikkan fakta ini adalah semakin
berkembangnya Islam di Afrika. Bahkan, Islam menyebar ke benua Amerika dari
Afrika. Contoh-contoh gerakan ini juga dapat dilihat di Asia. Misalnya di
Libanon pendeta Kristen yang fanatik bernama Yusuf Haddad, telah
menerbitkan puluhan buku Islam & Al-Qur’an yang banyak mengandung ayat-ayat
yang diselewengkan.
Perlu disebutkan pula bahwa pertentangan yang ada di
dunia Kristen telah melahirkan empat versi Injil yang saling berbeda, yaitu
Injil Markus, Johanes, Lukas, dan Matius. Di dunia Islam, hanya terdapat
satu kitab Al-Qur’anul Karim. Al-Qur’an yang hingga dewasa ini sampai ke
tangan kaum muslimin adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saww.
Isinya tidak berbeda dan tidak ada perubahan samasekali, baik pada ayat atau
kalimat-kalimatnya. Ini adalah amanat Allah swt yang sampai kepada kita dari
generasi demi generasi.
James A. Mechz, seorang wartawan surat kabar, menulis :
Al-Qur’an bukan seperti Injil. Ia tertulis dalam bentuk untaian indah, tapi
bukan syair, dan bukan pula sajak-sajak biasa. Isi Al-Quran dapat memberikan
kenikmatan dan gelora iman kepada yang mendengarnya.
Upaya kelompok misionaris untuk mencoreng citra dan
ajaran-ajaran Al-Qur’an ini, memiliki berbagai alasan yang berbeda-beda. Di
antaranya adalah usaha untuk menutup-nutupi kekurangan dan kelemahan ajaran
Kristen, takut kehilangan kekayaan dan kedudukan di dunia, serta karena
kebodohan dan fanatisme yang tidak logis. Namun demikian, ada juga
orang-orang orientalis yang berusaha secara obyektif mengetahui hakikat
ajaran Islam yang cemerlang ini. Misalnya dalam menghadapi orang-orang
seperti Ignaz Goldziher (1850-1921) seorang Orientalis asal Hungaria, yang
menyebutkan bahwa Al-Qur’an bukanlah sebuah ajaran tunggal, Hertwick
Hirchfield mengatakan :
Sejak saat kami menemukan bahwa Al-Qur’an merupakan
sumber berbagai ilmu pengetahuan, tidak perlu diherankan lagi bila seluruh
permasalahan yang berhubungan dengan langit dan bumi, kehidupan manusia,
perdagangan, dan berbagai jenis transaksi dimuat dalam Al-Qur’an dengan
sangat baik dan mengagumkan. Melalui cara inilah Al-Qur’an menghadapi
berbagai masalah yang besar dan penting. Perkembangan ilmu pengetahuan yang
menakjubkan yang dipelopori oleh dunia Islam yang selama 5 abad telah
memberikan pengaruh positif pada dunia kemanusiaan, secara tidak langsung
membuat kita berhutang budi pada dunia Islam ini.
Pada berbagai ayatnya, Al-Qur’an berkali-kali
memerintahkan Nabi Muhammad saww untuk mengajak umatnya agar memperhatikan
masalah maknawi. Pada bagian lain, ayat-ayat Allah ini menyeru umat manusia
untuk membantu dan berbuat baik kepada orang lain. Al-Qur’an juga
menciptakan berbagai perkembangan yang besar dalam penelitian kedokteran,
bahkan secara global dan tersirat memberi petunjuk kepada dunia kedokteran.
Dengan alasan itulah Nabi Mohammad saww dalam menyifati Al-Qur’an, berkata,
“Al-Qur’an itu secara lahiriah indah dan secara batiniah mengandung makna
yang sangat dalam. Ayat-ayatnya memiliki makna yang tak akan pernah berakhir
dan tidak pernah ketinggalan zaman.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar