Dalam kehidupan sehari-hari tanpa disadari kita banyak menggunakan
produk-produk yang tercampur dengan alkohol. Semisal makanan, minuman, shampo,
minyak wangi, obat, dll.
Apakah menurut Islam
kandungan alkohol yang terdapat pada benda-benda itu haram? Apakah alkohol itu
sama dengan khamr? Sahkah salat kita bila menggunakan produk-produk yang
tercampur dengan alkohol tersebut?
Pertanyaan ini biasa kita dengar dari orang-Memang banyak produk-produk yang mengandung alkohol dan telah akrab dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita berharap di negara yang mayoritas muslim ini, pemerintah mau memberikan aturan yang jelas tentang kehalalan suatu produk, agar kita
tidak ragu-ragu lagi mengkonsumsi makanan, minuman dan obat-obatan yang ada.
Sebagai jawaban, khamr itu tidak identik dengan alkohol, walaupun dalam khamr itu sendiri banyak kandungan alkoholnya dan memabukkan. Oleh karena itu apa saja yang mempunyai potensi memabukkan maka dia adalah khamr, apapun nama dan sebutan yang diberikan orang terhadapnya. Rasulullah saw pernah ditanya tentang minuman yang dibuat dari madu, jagung atau gandum yang diperas hingga menjadi minuman keras, maka beliau menjawab : Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr adalah haram (HR.Muslim). Keharaman khamr itu tidak diukur dari sedikit atau banyaknya kandungan khamr tersebut. Rasulullah saw menegaskan : Apa saja yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnyapun haram (HR.Ahmsr, Abu Daud,Tirmizi).
Lebih dari itu Rasulullah mengingatkan bahwa ada 10 orang yang dilaknat terkait dengan khamr yaitu : orang yang memerasnya, orang yang minta diperaskan, orang yang meminumnya, orang yang membawakannya, orang yang dibawakannya, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang memakan harganya (uang hasil penjualannya), orang yang membelinya dan orang yang minta dibelikan.
Ada seorang laki-laki hendak menghadiahkan khamr pada Rasulullah saw, lalu beliau menginformasikan padanya bahwa Allah telah mengharamkan khamr. Kemudian laki-laki itu bertanya apakah boleh dijual, jawab beliau saw : Allah telah mengharamkan meminum dan mengharamkankan menjualnya, Apakah boleh dihadiahkan pada orang Yahudi, jawab Nabi saw : Allah mengharamkan menghadiahkanya pada orang Yahudi, lantas ia bertanya : apa yang harus saya lakukan ? jawab Nabi saw : Tuangkan saja di selokan air.
Begitu juga khamr yang dijadikan untuk obat, telah dilarang Rasulullah saw dengan sabdanya : Sesungguhnya khamr itu bukan obat, melainkan penyakit (HR.Muslim,Ahmad, Abu Daud dan Tirmizi).
Namun dalam kondisi darurat (yang darurat itu membolehkan apa yang telah dilarang), tentu saja hukumnya berbeda. Bila memang tidak ada lagi obat yang dapat dipakai untuk menyembuhkan seseorang dari suatu penyakit yang dikhawatirkan akan membahayakan kehidupannya, kecuali dengan mengkonsumsi obat yang mengandung khamr tersebut, maka tentu saja hal ini diperbolehkan dalam batas seminimal mungkin (QS.Al-An’am 145).
Tentu saja hukum khamr yang mutlak keharamannya sedikit ataupun banyak, berbeda dengan alkohol, sebab semua benda yang didalamnya terdapat alkohol belum tentu dinamakan khamr. Kandungan alkohol (suatu bahan kimia yang juga disebut etanol) terdapat pada beberapa buah-buahan atau bahan pangan lainnya. Dan kehalalan atau keharaman dari alkohol/etanol ini dilihat dari kadar yang terkandung di dalamnya.
Biasanya Rasulullah saw menyimpan perasan anggur hanya sampai pada malam kedua saja untuk malam ketiga beliau saw membuangnya sebab telah terjadi fermentasi alkohol pada perasan anggur tersebut sehingga bersifat memabukkan.
Batasan untuk kadar kehalalan atau keharaman alkohol maka kita dapat merujuk pada hasil ijtihad Komisi Fatwa MUI, bahwa jika kadar alkohol pada makanan, minuman ataupun obat-obatan dibawah 1 % maka hukumnya halal, sedangkan apabila kadarnya 1 % atau lebih maka statusnya menjadi haram.
Dalam bentuk pemakaian luar, para ulama berbeda pandangan dalam menentukan kenajisan alkohol/khamr. Menurut kebanyakan ulama khamr itu dihukumi najis berdasarkan firman Allah dalam QS..Al-Maidah : 90. Sementara sebagian ulama yang lain menyatakan bahwa khamr itu suci, sedangkan yang dimaksud dengan ayat diatas (“perbuatan keji”) adalah pengertian maknawi bukan pengertian najis sesungguhnya. Artinya setiap yang najis itu sudah tentu diharamkan (untuk dikonsumsi) dan tidak semua yang diharamkan itu statusnya najis. Misalnya emas dan sutra haram pemakaiannya bagi kaum laki-laki sedangkan statusnya adalah suci karena dipakai oleh kaum wanita.
Jadi pandangan ulama yang tidak menajiskan khamr menganggap parfum yang mengandung alkohol tersebut tidak najis, oleh karena itu menurut mereka tidak mengapa sholat dengan mempergunakan bahan yang bercampur alkohol tersebut.
Pertanyaan ini biasa kita dengar dari orang-Memang banyak produk-produk yang mengandung alkohol dan telah akrab dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita berharap di negara yang mayoritas muslim ini, pemerintah mau memberikan aturan yang jelas tentang kehalalan suatu produk, agar kita
tidak ragu-ragu lagi mengkonsumsi makanan, minuman dan obat-obatan yang ada.
Sebagai jawaban, khamr itu tidak identik dengan alkohol, walaupun dalam khamr itu sendiri banyak kandungan alkoholnya dan memabukkan. Oleh karena itu apa saja yang mempunyai potensi memabukkan maka dia adalah khamr, apapun nama dan sebutan yang diberikan orang terhadapnya. Rasulullah saw pernah ditanya tentang minuman yang dibuat dari madu, jagung atau gandum yang diperas hingga menjadi minuman keras, maka beliau menjawab : Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr adalah haram (HR.Muslim). Keharaman khamr itu tidak diukur dari sedikit atau banyaknya kandungan khamr tersebut. Rasulullah saw menegaskan : Apa saja yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnyapun haram (HR.Ahmsr, Abu Daud,Tirmizi).
Lebih dari itu Rasulullah mengingatkan bahwa ada 10 orang yang dilaknat terkait dengan khamr yaitu : orang yang memerasnya, orang yang minta diperaskan, orang yang meminumnya, orang yang membawakannya, orang yang dibawakannya, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang memakan harganya (uang hasil penjualannya), orang yang membelinya dan orang yang minta dibelikan.
Ada seorang laki-laki hendak menghadiahkan khamr pada Rasulullah saw, lalu beliau menginformasikan padanya bahwa Allah telah mengharamkan khamr. Kemudian laki-laki itu bertanya apakah boleh dijual, jawab beliau saw : Allah telah mengharamkan meminum dan mengharamkankan menjualnya, Apakah boleh dihadiahkan pada orang Yahudi, jawab Nabi saw : Allah mengharamkan menghadiahkanya pada orang Yahudi, lantas ia bertanya : apa yang harus saya lakukan ? jawab Nabi saw : Tuangkan saja di selokan air.
Begitu juga khamr yang dijadikan untuk obat, telah dilarang Rasulullah saw dengan sabdanya : Sesungguhnya khamr itu bukan obat, melainkan penyakit (HR.Muslim,Ahmad, Abu Daud dan Tirmizi).
Namun dalam kondisi darurat (yang darurat itu membolehkan apa yang telah dilarang), tentu saja hukumnya berbeda. Bila memang tidak ada lagi obat yang dapat dipakai untuk menyembuhkan seseorang dari suatu penyakit yang dikhawatirkan akan membahayakan kehidupannya, kecuali dengan mengkonsumsi obat yang mengandung khamr tersebut, maka tentu saja hal ini diperbolehkan dalam batas seminimal mungkin (QS.Al-An’am 145).
Tentu saja hukum khamr yang mutlak keharamannya sedikit ataupun banyak, berbeda dengan alkohol, sebab semua benda yang didalamnya terdapat alkohol belum tentu dinamakan khamr. Kandungan alkohol (suatu bahan kimia yang juga disebut etanol) terdapat pada beberapa buah-buahan atau bahan pangan lainnya. Dan kehalalan atau keharaman dari alkohol/etanol ini dilihat dari kadar yang terkandung di dalamnya.
Biasanya Rasulullah saw menyimpan perasan anggur hanya sampai pada malam kedua saja untuk malam ketiga beliau saw membuangnya sebab telah terjadi fermentasi alkohol pada perasan anggur tersebut sehingga bersifat memabukkan.
Batasan untuk kadar kehalalan atau keharaman alkohol maka kita dapat merujuk pada hasil ijtihad Komisi Fatwa MUI, bahwa jika kadar alkohol pada makanan, minuman ataupun obat-obatan dibawah 1 % maka hukumnya halal, sedangkan apabila kadarnya 1 % atau lebih maka statusnya menjadi haram.
Dalam bentuk pemakaian luar, para ulama berbeda pandangan dalam menentukan kenajisan alkohol/khamr. Menurut kebanyakan ulama khamr itu dihukumi najis berdasarkan firman Allah dalam QS..Al-Maidah : 90. Sementara sebagian ulama yang lain menyatakan bahwa khamr itu suci, sedangkan yang dimaksud dengan ayat diatas (“perbuatan keji”) adalah pengertian maknawi bukan pengertian najis sesungguhnya. Artinya setiap yang najis itu sudah tentu diharamkan (untuk dikonsumsi) dan tidak semua yang diharamkan itu statusnya najis. Misalnya emas dan sutra haram pemakaiannya bagi kaum laki-laki sedangkan statusnya adalah suci karena dipakai oleh kaum wanita.
Jadi pandangan ulama yang tidak menajiskan khamr menganggap parfum yang mengandung alkohol tersebut tidak najis, oleh karena itu menurut mereka tidak mengapa sholat dengan mempergunakan bahan yang bercampur alkohol tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar