Bagian
Kelima
Saudara pendengar, pecinta Radio Melayu Suara Republik
Islam Iran, selamat bersua lagi dalam rangkaian acara “Gerakan Misionaris di
Negara-Negara Muslim” bagian ke lima”. Dalam acara bagian lalu, kami sudah
menyampaikan pembahasan mengenai metode para misionaris Barat dalam memilih
orang-orang pribumi dan mengajarkan dasar-dasar ajaran Kristen. Kami juga
sudah menyampaikan pembahasan mengenai pendirian berbagai lembaga keilmuan
dan universitas di berbagai negara Eropa dan Amerika yang bertujuan
untuk mendidik para misionaris. Pada pertemuan kita kali ini, kami akan mengajak Anda untuk membicarakan karakteristik delegasi misionaris yang dikirim ke berbagai negara muslim itu. Selamat mengikuti.
untuk mendidik para misionaris. Pada pertemuan kita kali ini, kami akan mengajak Anda untuk membicarakan karakteristik delegasi misionaris yang dikirim ke berbagai negara muslim itu. Selamat mengikuti.
Para misionaris Kristen yang dikirim oleh berbagai pusat
keagamaan di Barat ke berbagai negara dunia ketiga, termasuk negara-negara
Islam, bekerja secara sendiri-sendiri maupun berkelompok. Mereka memiliki
tujuan yang berbeda-beda. Sebagian dari mereka bekerja untuk menarik
perhatian terhadap ajaran Al-Masih dan memberi pengajaran, sebagian untuk
berdialog, dan sebagian lainnya datang untuk bekerja di pusat-pusat keilmuan
dan pengajaran gereja-gereja.
Berkaitan dengan hal ini, meskipun tujuan asli mereka
adalah menyebarkan agama Kristen, namun ada sekelompok misionaris datang
dengan berbagai tujuan yang ditentukan oleh gereja dengan berkedok di balik
berbagai profesi, seperti dokter, insinyur, psikolog, dosen, pedagang, dan
penasehat militer. Tentu saja ada pula kelompok misionaris yang datang
secara terang-terangan sebagai pendakwah resmi agama Kristen. Berdakwah di
balik kedok berbagai profesi merupakan metode yang paling banyak dipakai
para misionaris. Dengan cara ini, mereka bisa menyampaikan ajaran Kristen tanpa
perlu memberitahukan kepada penduduk pribumi mengenai tujuan asli mereka.
Salah satu delegasi misionaris yang bisa kita jadikan
bahan pembahasan adalah delegasi misionaris Inggris yang dikirim ke Uganda.
Menurut buku “Century of Christiating in Uganda”, anggota delegasi
misionaris itu adalah Stephan Shergoldsmith, seorang perwira angkatan laut
yang menjadi ketua delegasi ini; C.T. Wilson, seorang uskup lulusan
Universitas Oxford; James Collyhust, seorang arsitektur; James Robertson,
seorang petani; dan John Smith, seorang dokter. Anggota-anggota lain
delegasi ini berprofesi sebagai insiyur teknik sipil dan ahli mekanik. Dalam
komposisi ini, bisa terlihat bahwa anggota delegasi misionaris yang
berprofesi sebagai ruhaniwan hanya satu orang. Namun demikian, semua anggota
delegasi itu mengambil peran sesuai dengan profesinya dalam kegiatan
penyebaran agama Kristen.
Para misionaris itu, dengan menggunakan prinsip
psikologis dan ilmu-ilmu lainnya, berusaha menancapkan pengaruh mereka di
hati orang-orang pribumi dan dengan cara itu, mereka menyebarkan ajaran
Kristen. Bahkan, di negara-negara muslim, para misionaris berusaha
mempelajari ajaran Islam demi menarik perhatian penduduk pribumi. Salah satu
contoh dalam hal ini adalah penggunaan ayat Al-Quran berkenaan dengan Isa
Al-Masih oleh para misionaris sebagai alat untuk memperkenalkan ajaran
Kristen kepada penduduk pribumi negara-negara muslim. Al-Quran menyebut Al-Masih
sebagai Ruhullah atau RuhTuhan.
Para misionaris dengan menunjukkan ayat ini dan menyebut
nama Quran berusaha untuk menarik perhatian penduduk pribumi. Kemudian,
mereka menyampaikan pandangan Kristiani mereka berkenaan tentang Isa Al-Masih
dan syafaat Al-Masih terhadap para pengikutnya. Dengan demikian, tujuan
mereka untuk menyampaian ajaran Kristen dilakukan dengan cara tidak langsung
dan dengan menarik kepercayaan dan keyakinan kaum pribumi.
Karakteristik lain dari delegasi misionaris ini adalah
pengenalan mereka terhadap adat istiadat penduduk pribumi. Mereka
mempelajari bahasa-bahasa pribumi sehingga bisa berhubungan langsung dengan
penduduk pribumi. Mereka juga mempelajari kebudayaan pribumi agar bisa
menarik perhatian para penduduk di sana dan kemudian memanfaatkan kelebihan
dan kekurangan kebudayaan asli itu untuk menyebarkan ajaran mereka. Para
misionaris dengan berdialog dan berhubungan langsung dengan penduduk pribumi
dan masuk dalam kehidupan pribadi mereka, menyelami rahasia kehidupan mereka,
dan memanfaatkannya demi mencapai tujuan misionarisme.
Doktor Mustafa Khaledi dan Doktor A. Farukh, penulis buku
“Misionaris dan Imperialisme” dengan menyebutkan berbagai contoh
alasan-alasan pengiriman misionaris ke berbagai negara muslim menyatakan
bahwa tujuan para misionaris itu bukanlah perbaikan kehidupan maknawi
penduduk pribumi, melainkan merusak dan menjadikan kaum muslimin berada di
bawah kekuasaan mereka. Dalam salah satu bagian buku ini, disebutkan pula
bahwa seorang misionaris bernama Roise di Tarablus barat pernah berkata,
“Penyebaran ajaran Kristen di Tarablus sangatlah sulit. Setelah lima belas
tahun berusaha, baru saya memahami bahwa satu-satunya cara untuk
mengkristenkan bangsa ini adalah dengan mempengaruhi mereka dan mengubah
kehidupan pribadi dan perilaku khusus mereka sehingga dengan cara ini kami
bisa mencapai tujuan kami.”
Kardinal Lavigerie dan Charles De Foucauld melarang
anggota delegasi misionarisnya menggunakan cara-cara langsung dalam
menyebarkan ajaran Kristen, terutama bila berhadapan dengan kaum muslimin.
Speer E. Robert, juga mengajarkan kepada para misionaris agar menjauhi
pembahasan dan perdebatan dengan kaum muslimin dan memulai pekerjaan mereka
dari poin-poin yang selaras dengan ajaran Islam. Misionaris lainnya,
J.H.Bavick, menghimbau agar para misionaris berhati-hati sehingga dalam
pikiran para pribumi tidak tercipta gambaran bahwa para misionaris itu
menganggap peradaban dan kebudayaan mereka lebih tinggi dari kebudayaan kaum
pribumi.
Masalah ini juga disinggung oleh William Montgomery Watt
dalam bukunya “Muslim-Christian Encounter”. Dia menulis, “Para misionaris,
sebagaimana orang Eropa lainnya, menganggap diri mereka lebih unggul
daripada kaum pribumi. Dengan anggapan seperti ini, para misionaris secara
gradual malah mencampuradukkan ajaran Kristen dengan keyakinan atas
superioritas orang Eropa atau peradaban Barat.”
Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa kegiatan
penyebaran agama menurut pandangan para misionaris adalah menciptakan
perubahan dalam pikiran umum sesuai yang mereka inginkan demi tercapainya
tujuan asli mereka. Dalam rangka ini, ajaran Kristen memperbolehkan mereka
menggunakan cara apapun juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar