Senin, 16 Januari 2012

Sejarah Gerakan Misionaris Di Dunia Islam 5

Bagian Kelima
Saudara pendengar, pecinta Radio Melayu Suara Republik Islam Iran, selamat bersua lagi dalam rangkaian acara “Gerakan Misionaris di Negara-Negara Muslim” bagian ke lima”. Dalam acara bagian lalu, kami sudah menyampaikan pembahasan mengenai metode para misionaris Barat dalam memilih orang-orang pribumi dan mengajarkan dasar-dasar ajaran Kristen. Kami juga sudah menyampaikan pembahasan mengenai pendirian berbagai lembaga keilmuan dan universitas di berbagai negara Eropa dan Amerika yang bertujuan
untuk mendidik para misionaris. Pada pertemuan kita kali ini, kami akan mengajak Anda untuk membicarakan karakteristik delegasi misionaris yang dikirim ke berbagai negara muslim itu. Selamat mengikuti.
Para misionaris Kristen yang dikirim oleh berbagai pusat keagamaan di Barat ke berbagai negara dunia ketiga, termasuk negara-negara Islam, bekerja secara sendiri-sendiri maupun berkelompok.  Mereka memiliki tujuan yang berbeda-beda. Sebagian dari mereka bekerja untuk menarik perhatian terhadap ajaran Al-Masih dan memberi pengajaran, sebagian untuk berdialog, dan sebagian lainnya datang untuk bekerja di pusat-pusat keilmuan dan pengajaran gereja-gereja.
Berkaitan dengan hal ini, meskipun tujuan asli mereka adalah menyebarkan agama Kristen, namun ada sekelompok misionaris datang dengan berbagai tujuan yang ditentukan oleh gereja dengan berkedok di balik berbagai profesi, seperti dokter, insinyur, psikolog, dosen, pedagang, dan penasehat militer.  Tentu saja ada pula kelompok misionaris yang datang secara terang-terangan sebagai pendakwah resmi agama Kristen. Berdakwah di balik kedok berbagai profesi merupakan metode yang paling banyak dipakai para misionaris. Dengan cara ini, mereka bisa menyampaikan ajaran Kristen  tanpa perlu memberitahukan kepada penduduk pribumi mengenai tujuan asli mereka.
Salah satu delegasi misionaris yang bisa kita jadikan bahan pembahasan adalah delegasi misionaris Inggris yang dikirim ke Uganda. Menurut buku “Century of Christiating in Uganda”, anggota delegasi misionaris itu adalah Stephan Shergoldsmith, seorang perwira angkatan laut yang menjadi ketua delegasi ini; C.T. Wilson, seorang uskup lulusan Universitas Oxford; James Collyhust, seorang arsitektur; James Robertson, seorang petani; dan John Smith, seorang dokter. Anggota-anggota lain delegasi ini berprofesi sebagai insiyur teknik sipil dan ahli mekanik. Dalam komposisi ini, bisa terlihat bahwa anggota delegasi misionaris yang berprofesi sebagai ruhaniwan hanya satu orang. Namun demikian, semua anggota delegasi itu mengambil peran sesuai dengan profesinya dalam kegiatan penyebaran agama Kristen.
Para misionaris itu, dengan menggunakan prinsip psikologis dan ilmu-ilmu lainnya, berusaha menancapkan pengaruh mereka di hati orang-orang pribumi dan dengan cara itu, mereka menyebarkan ajaran Kristen. Bahkan, di negara-negara muslim, para misionaris berusaha mempelajari ajaran Islam demi menarik perhatian penduduk pribumi. Salah satu contoh dalam hal ini adalah penggunaan ayat Al-Quran berkenaan dengan Isa Al-Masih oleh para misionaris sebagai alat untuk memperkenalkan ajaran Kristen kepada penduduk pribumi negara-negara muslim. Al-Quran menyebut Al-Masih sebagai Ruhullah atau RuhTuhan.
Para misionaris dengan menunjukkan ayat ini dan menyebut nama Quran  berusaha untuk menarik perhatian penduduk pribumi. Kemudian, mereka menyampaikan pandangan Kristiani mereka berkenaan tentang Isa Al-Masih dan syafaat Al-Masih terhadap para pengikutnya. Dengan demikian, tujuan mereka untuk menyampaian ajaran Kristen dilakukan dengan cara tidak langsung dan dengan menarik kepercayaan dan keyakinan kaum pribumi.
Karakteristik lain dari delegasi misionaris ini adalah pengenalan mereka terhadap adat istiadat penduduk pribumi. Mereka mempelajari bahasa-bahasa pribumi sehingga bisa berhubungan langsung dengan penduduk pribumi.  Mereka juga mempelajari kebudayaan pribumi agar bisa menarik perhatian para penduduk di sana dan kemudian memanfaatkan kelebihan dan kekurangan kebudayaan asli itu untuk menyebarkan ajaran mereka. Para misionaris dengan berdialog dan berhubungan langsung dengan penduduk pribumi dan masuk dalam kehidupan pribadi mereka, menyelami rahasia kehidupan mereka, dan memanfaatkannya demi mencapai tujuan misionarisme.
Doktor Mustafa Khaledi dan Doktor A. Farukh, penulis buku “Misionaris dan Imperialisme” dengan menyebutkan berbagai contoh alasan-alasan pengiriman misionaris ke berbagai negara muslim menyatakan bahwa tujuan para misionaris itu bukanlah perbaikan kehidupan maknawi penduduk pribumi, melainkan merusak dan menjadikan kaum muslimin berada di bawah kekuasaan mereka. Dalam salah satu bagian buku ini, disebutkan pula bahwa seorang misionaris bernama Roise di Tarablus barat pernah berkata, “Penyebaran ajaran Kristen di Tarablus sangatlah sulit. Setelah lima belas tahun berusaha, baru saya memahami bahwa satu-satunya cara untuk mengkristenkan bangsa ini adalah dengan mempengaruhi mereka dan mengubah kehidupan pribadi dan perilaku khusus mereka sehingga dengan cara ini kami bisa mencapai tujuan kami.”
Kardinal Lavigerie dan Charles De Foucauld melarang anggota delegasi misionarisnya menggunakan cara-cara langsung dalam menyebarkan ajaran Kristen, terutama bila berhadapan dengan kaum muslimin. Speer E. Robert, juga mengajarkan kepada para misionaris agar menjauhi pembahasan dan perdebatan dengan kaum muslimin dan memulai pekerjaan mereka dari poin-poin yang selaras dengan ajaran Islam. Misionaris lainnya, J.H.Bavick, menghimbau agar para misionaris berhati-hati sehingga dalam pikiran para pribumi tidak tercipta gambaran bahwa para misionaris itu menganggap peradaban dan kebudayaan mereka lebih tinggi dari kebudayaan kaum pribumi.
Masalah ini juga disinggung oleh William Montgomery Watt dalam bukunya “Muslim-Christian Encounter”. Dia menulis, “Para misionaris, sebagaimana orang Eropa lainnya, menganggap diri mereka lebih unggul daripada kaum pribumi. Dengan anggapan seperti ini, para misionaris secara gradual malah mencampuradukkan ajaran Kristen dengan keyakinan atas superioritas orang Eropa atau peradaban Barat.”
Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa kegiatan penyebaran agama menurut pandangan para misionaris adalah menciptakan perubahan dalam pikiran umum  sesuai yang mereka inginkan demi tercapainya tujuan asli mereka. Dalam rangka ini, ajaran Kristen memperbolehkan mereka menggunakan cara apapun juga.

Tidak ada komentar: