Bagian Kesembilanbelas
Negara
Indonesia yang terletak di Asia Tenggara ini, merupakan , sebuah negara
dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Sekitar 200 juta muslim hidup di
negara ini. Artinya, sekitar 90 persen dari total populasi negara ini adalah
muslim. Jumlah muslim yang amat besar, yang berada di sebuah negara dengan
hasil alam yang amat kaya, terutama gas dan minyak, menjadikan Indonesia
sebagai sebuah target penting bagi para misionaris.
Indonesia
selama lebih dari tiga abad berada di bawah penjajahan negara-negara Barat,
seperti
Spanyol, Portugis, dan Belanda. Setelah melakukan perjuangan melawan
Belanda, akhirnya rakyat Indonesia berhasil meraih kemerdekaannya pada
tanggal 17 Agustus 1945. Kehadiran imperialisme Belanda yang memakan waktu
hingga 350 tahun menciptakan kesempatan yang sangat luas bagi masuknya
delegasi-delegasi misionaris Barat ke Indonesia. Sebagaimana telah kami
bahas pada bagian-bagian yang lalu, misionaris selalu menjadi pendukung
utama imperialisme. Karena itu, program-program misionaris selalu sejalan
dengan tujuan yang ingin dicapai oleh kaum penjajah. Belanda yang selama
tahun-tahun pertama abad ke-17 melancarkan program imperialismenya di Asia
Tenggara dan Timur Jauh, juga menggunakan bantuan dari para misionaris.
VOC atau
Perusahaan Belanda di Hindia Timur yang dibentuk sejak tahun 1602 yang
merupakan wakil imperialisme Belanda di Asia Tenggara, selalu melindungi
para misionaris dan rakyat pribumi di Asia Tenggara dipaksa untuk mau
menerima ajaran Kristen. Latourette, penulis buku sejarah Kristen yang
berjudul “A History of Christianity” , meskipun berusaha mengaburkan adanya
hubungan antara misionaris dengan program-program imperialisme, mengakui
dalam bukunya itu, bahwa “Prinsip dan kaidah Kristen dalam
kebijakan-kebijakan imperialisme Belanda memainkan peranan yang sangat
banyak.”
Sementara
para penjajah Belanda memaksa rakyat pribumi untuk menerima ajaran Kristen,
sebaliknya, jika seorang Belanda masuk Islam, keuangannya akan dihentikan
dan orang itu akan ditangkap serta dikeluarkan dari wilayah tersebut.
Perlindungan para imperialisme Barat terhadap para misionaris di Asia
tenggara, termasuk Indonesia, menyebabkan mereka memiliki posisi penting
dalam masyarakat. Hal ini bisa dilihat, ketika Indonesia meraih
kemerdekaannya, orang-orang Kristen di negara ini menduduki jabatan-jabatan
penting dalam pemerintahan dan memiliki pengaruh yang besar dalam percaturan
politik Indonesia. Contoh penting mengenai pengaruh Kristen di Indonesia,
adalah dalam proses penyusunan UUD RI. Pada konsep UUD tersebut, disebutkan
kelima “Ketuhanan yang Mahaesa dengan menjalankan kewajiban syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya”. Penulisan konsep ini didasarkan pada kenyataan
bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Namun, karena kuatnya
pengaruh Kristen yang jumlahnya hanya 8 persen itu, kalimat tersebut diubah
dan hanya ditulis “Ketuhanan Yang Mahaesa”.
Dewasa ini,
aktivitas misionaris di Indonesia dilakukan dengan berbagai metode. Di
antaranya, dengan berlindung di balik organisasi-organisasi internasional
seperti WHO, FAO, UNESCO, dan UNICEF. Para misionaris itu banyak melakukan
kegiatannya di daerah-daerah yang penduduknya miskin dan terisolir, seperti
di sebagian kawasan Irian Jaya dan Sulawesi. Mereka mengirimkan dokter dan
guru-guru ke daerah-daerah itu serta mendirikan yayasan-yasayan sosial,
dengan tujuan untuk mendekati dan menarik hati masyarakat pribumi.
Di antara
yayasan-yayasan misinaris yang aktif di Indonesia adalah Nehemia Foundation
yang sering disebut sebagai CCN. Lembaga ini didirikan pada tahun 1987 oleh
Pendeta Suradi dengan tujuan untuk mendidik para pendakwah Kristen. Namun,
dengan melihat cara kerja yayasan ini, para tokoh Islam Indonesia
berkeyakinan bahwa tujuan yayasan ini adalah untuk menghina Islam. Untuk
mecapai tujuan ini, yayasan tersebut melakukan berbagai usaha, di antaranya
menciptakan ayat dan hadis-hadis palsu.
Beberapa
waktu yang lalu, majalah Moslem Media terbitan London menuliskan laporannya
tentang program Dewan Gereja Indonesia yang bertujuan untuk mengkristenkan
masyarakat Indonesia. Berdasarkan program ini, Dewan Gereja menyuruh para
anggotanya untuk ikut serta dalam aktivitas politik, ekonomi, dan budaya
agar bisa meraih puncak kekuasaan dan bisa mengendalikan politik negara itu
sesuai dengan kepentingan gereja. Disebutkan pula bahwa Dewan Gereja juga
menyuruh agar para anggotanya mendekati orang Indonesia keturunan Cina
karena mereka lebih mudah untuk ditarik ke dalam agama Kristen dan posisi
mereka di Indonesia bisa menguntungkan Kriten.
Dalam
majalah Sabili terbitan Indonesia pada edisi 05 tahun 2003, dituliskan
laporan mengenai aktivitas misionaris di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Di masa lalu, Kerajaan Gowa adalah sebuah kerajaan Islam yang gigih berjuang
mengusir Belanda dari tanah air Indonesia. Namun kini, Gowa adalah lahan
empuk bagi para misionaris. Misalnya, di kelurahan Malino sejak Februari
1974, didirikan Sekolah AlKitab, yang merupakan salah satu dari sekitar 25
sekolah Alkitab Gereja Pantekosta di bawah naungan Belanda. Di kelurahan
ini, ada 7 gereja yang aktif. Di desa Sicini, yang penduduknya merupakan
masyarakat miskin terbesar di Gowa, para misionaris gencar mengirimkan
bantuan-bantuan kepada masyarakat. Mereka mendapatkan dukungan dana dari
Vatikan, AS, Kananda, dan Belanda. Di desa-desa lainnya di Gowa pun,
situasinya tak jauh berbeda. Para misionaris dengan giat menyalurkan bahan
pangan, uang, alat tulis, pakaian bekas. Mereka juga mengadakan pelatihan
peternakan dan pertanian kepada masyarakat, bahkan membangun jaringan pipa
air bersih. Semua kegiatan ini ditujukan untuk menarik hati masyarakat
pribumi dan mengajak mereka untuk memeluk agama Kristen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar