Aktivitas misionaris di negara-negara Islam memiliki
sejarah yang panjang. Misionaris adalah sebutan untuk siapa saja yang mengemban
tanggungjawab untuk menyebarkan kristen. Misionaris masuk ke berbagai negara
dengan tujuan untuk memperkenalkan dan memperluas penyebaran akidah Kristen.
Tetapi seiring dengan berlalunya zaman, mereka masuk seiring dengan invasi kaum
imperialis. Dengan cara ini mereka mampu menyusup masuk dan melakukan infiltrasi
di kawasan-kawasan yang telah ditaklukkan kaum imperialis tersebut. Pak,
peneliti Cina dalam bukunya yang berjudul China and The West menukil ucapan
Napoleon sbb:
“Delegasi misionaris agama bisa memberikan keuntungan
buatku di Asia, Afrika, dan Amerika karena aku akan memaksa mereka untuk
memberikan informasi tentang semua negara yang telah mereka kunjungi. Kemuliaan
pakaian mereka tidak saja melindungi mereka, bahkan juga memberi mereka
kesempatan untuk menjadi mata-mataku di bidang politik dan perdagangan tanpa
sepengetahuan rakyat.”
Pada
awalnya aktivitas misionaris hanya bergantung pada tenaga manusia. Seiring
dengan perkembangan zaman, para misionaris bergerak secara lebih sistematik dan
dalam rangka mencapai tujuannya, mereka membentuk lembaga-lembaga dan
organisasi. Aeten Sezar, penulis Turki mengenai hal ini
menulis:
“Pada
abad ke17 masehi, gereja Katolik Roma yang memiliki kekuasaan atas pemerintahan
Eropa, mendirikan Kementerian Propaganda Agama di Vatikan dengan mendirikan dan
mengembangkan agama kristen di dunia. Bersamaan dengan gerakan ini, sekolah
propaganda agama asing telah dibangun di Paris dengan pembiayaan dari kementrian
tersebut. Berbagai institusi juga telah didirikan di Jerman, Perancis, dan
Belgia disertai dengan aktivitas misionaris yang berpengaruh. Dalam rangka
propaganda ini pula, sekolah-sekolah baru turut didirikan untuk memberikan
latihan yang lebih baik kepada misionaris.
Yang
memberikan kesempatan bagi meluasnya kehadiran misionaris kristen di
negara-negara timur adalah masuknya tentara imperialis di kawasan itu. Seperti
yang kita ketahui bersama, aksi penjajahan Portugis dan Spanyol mendapat
dukungan Paus Iskandar ke-enam pada abad ke 15 masehi. Paus memberi dukungan
kepada pemerintah Spanyol dan Portugal dengan syarat kedua imperialis ini
memberi jalan kepada misionaris kristen untuk masuk ke negara jajahan dan
mendukung segala upaya dan aktivitas delegasi misionaris kristen dalam
menyampaikan ajaran mereka kepada rakyat di sana.
Kardinal Ximenes pada tahun 1516, dalam rangka perluasan
infiltrasi dan pengokohan gerakan kristen, memberi perintah supaya setiap
serangan ke India Timur dan Barat haruslah diiringi oleh misionaris kristen.
Adakalanya delegasi dakwah agama juga disertai oleh penemu dunia. Abdulhadi
Haeri, penulis buku ‘Pertentangan pertama pemikiran Iran’ menulis :
“Langkah pertama dunia barat dalam menaklukkan bumi timur pada dasawarsa 15 masehi dilakukan oleh orang-orang Portugis. Pelopor pertama dari kaum penjajah itu adalah Henry si Pelaut. Dia juga disebut sebagai pemimpin besar kelompok Kristen. Ambisinya yang terbesar adalah menumpas umat Islam. Dia berusaha keras memperluas imperialisme portugis di timur dan melakukan kristenisasi di sana.”
Sebagian percaya bahwa sebab utama permusuhan di antara
sebagian kapitalis dengan umat Islam adalah dampak dari perang salib. Karl
Heinrich Bekker, orientalis dan politikus Jerman, menyebutkan bahwa permusuhan
kapitalis gereja dengan Islam mempunyai sejarah yang bermula sejak zaman
kemunculan Islam. Islam kemudian semakin berkembang pada abad pertengahan dan
secara gradual masuk ke negara-negara berpenduduk kristen. Gairdner juga
membenarkan pernyataan Bekker ini. Dia menyatakan bahwa kekuatan yang
tersembunyi dalam Islam menyebabkan Eropa merasa takut dan terjadilah permusuhan
antara gereja dan Islam.
Invasi dua negara imperialis Portugis dan Spanyol ini,
kemudian diikuti pula oleh negara Eropa yang lain seperti Belanda, Perancis,
Inggeris, dan Russia. Mereka pun turut melaksanakan kebijakan mengembangkan
agama kristen dan menggunakannya sebagai sebuah faktor pendukung bagi penguasaan
dan penaklukan daerah jajahan.
Selepas itu, agama Protestan juga turut melakukan
aktivitas mereka di dunia timur dan memperluas agama mereka di negara-negara
jajahan. Para misionaris agama Protestan yang mendapat dukungan eropa dan
berbagai perusahaan mereka di timur ini memulai aktivitas mereka dengan
mengkristenkan penduduk daerah jajahan.
Sebagian para pakar menyebutkan
bahwa akar utama kerjasama antara gerakan misionaris dengan para imperialis
ialah perang salib. Salah satu periode yang amat penting dalam sejarah hubungan
dunia Islam dan Kristen adalah era Perang Salib. Perang Salib dimulai pada tahun
1095 Masehi atau 489 Hijriah dan berlangsung sampai selama hampir dua abad.
Jumlah perang yang terjadi selama masa itu tidaklah jelas, namun perang
terbesar terjadi sepuluh kali dan di setiap perang terjadi banyak pertempuran.
Di sepanjang Perang Salib, yang dimulai dengan serangan orang-orang Kristen
ekstrim untuk menaklukkan Baitul Maqdis, ratusan ribu umat Islam telah terbunuh.
Namun, umat Islam berhasil mempertahankan Baitul Maqdis dan tentara salib
terpaksa meninggalkan Suriah, Mesir, dan kawasan muslim lainnya.
Banyak pendapat yang dikemukakan
mengenai penyebab dan motivasi terjadinya Perang Salib ini. Doktor John L.
Esposito, dosen universitas George Town Amerika menulis: Sebagian besar
masyarakat Barat mengakui adanya kenyataan tertentu yang berhubungan dengan
Perang Salib, tetapi banyak di antara mereka yang tidak mengetahui bahwa Perang
Salib yang mengakibatkan korban yang amat besar ini adalah atas perintah Paus.
Bagi umat Islam, kenangan atas Perang Salib merupakan satu contoh nyata dari
militerisasi kristen ekstrim, sebuah kenangan yang membawa pesan bagi serangan
dan imperialisme Kristen barat.
Menurut para ahli sejarah,
Perang Salib adalah hasil dari kebijakan para pemimpin gereja, pemerintah Eropa,
serta misionaris yang menentang Islam. Sikap tamak dan kefakiran yang melanda
masyarakat Barat membuat mereka berambisi merebut kekayaan umat Islam dan inilah
salah satu alasan dimulainya Perang Salib. Alasan-alasan lainnya adalah
keinginan mengekspansi wilayah Eropa, timbulnya fanatisme terhadap agama,
keinginan untuk menaklukkan Baitul Maqdis, serta membebaskan pemakaman suci di
sana.
Perang Salib pertama dimulai di
bawah pimpinan Urbanus kedua. Dengan fatwa para pendeta kristen, pasukan besar
Eropa, disertai tokoh-tokoh pemerintah Eropa dan pimpinan gereja bergerak menuju
Baitul Maqdis yang berlokasi di tanah pendudukan Palestina. Di sepanjang
kota-kota Islam yang mereka lalui, mereka membunuhi ratusan ribu manusia,
lelaki, wanita, dan anak-anak. Sejarawan terkenal Perancis, Gustav Lubon
mengenai Perang Salib menulis, “Di zaman terjadinya Perang Salib, peradaban
timur berada dalam tahap kegemilangannya berkat Islam. Sebaliknya, Eropa
tenggelam dalam kegelapan dan kezaliman. Ada sekelompok tentara salib yang
ganas. Mereka membunuh dan merampok kawan maupun lawan, kelompok sendiri maupun
pasukan asing.”
Perang Salib membawa kemajuan
sosial bagi masyarakat Barat. Rakyat Eropa yang saat itu berperadaban rendah,
mulai mengenal kecemerlangan peradaban umat Islam dan mereka mulai mempelajari
ilmu dan peradaban dari rakyat muslim. Tetapi, seperti apa yang telah ditulis
oleh sejarawan terkenal bernama Twin B, “Orang-orang Kristen mengambil manfaat
dari kemajuan peradaban dan kesenian umat Islam tetapi permusuhan bersejarah
fanatisme Kristen dengan Islam Timur tidak pernah berkurang.”
Will Durant penulis sejarah yang
terkenal, mengenai infiltrasi dua dunia, yaitu Kristen dan Islam, di sepanjang
Perang Salib, menulis, “Infiltrasi dunia Kristen terhadap Islam hanya terbatas
pada sebagian budaya agama dan perang, tetapi dunia Islam melakukan berbagai
infiltrasi dalam dunia kristen. Sebaliknya, dari Islam, Eropa mengadopsi
makanan, minuman, obat-obatan, kedokteran, persenjataan, selera dan
kecenderungan seni, metode industri dan perdagangan, undang-undang, dan metode
kelautan.
Di sepanjang era perang Salib
dan pasca perang, terutama ketika Byzantium jatuh ke tangan umat Islam, mereka
mulai merusak citra Islam dan menyajikan gambaran yang telah diubah di kalangan
orang-orang Kristen. William Montgomery Watt, seorang peneliti Inggris, pernah
menulis bahwa wajah Islam yang telah diubah oleh pendeta Kristen. Dalam
pemikiran umat Kristen pada abad ke-12 ditanamkan penggambaran bahwa Islam itu
agama pedang dan kekerasan serta Nabi Muhammad SAW adalah penentang Nabi Isa
a.s. Menurut Watt, hasil dari distorsi penggambaran Islam ini berlanjut hingga
abad ke-19 dalam pemikiran orang-orang Eropa. Malah, hingga saat ini, distorsi
itu tetap kekal dalam pemikiran masyarakat Barat dan dampaknya masih bisa
dilihat sampai hari ini. Watt juga menambahkan bahwa pembentukan gambaran buruk
mengenai Islam sebagian besar merupakan reaksi umat Kristen yang melihat bahwa
peradaban umat Islam di Andalus amat tinggi melampaui mereka.
Sebagian peneliti menyebutkan
selain Perang Salib, alasan politik juga menjadi penyebab lain terjadinya
kerjasama antara misionaris dengan imperialis. Mereka menggunakan ucapan
pemimpin gereja seperti Yulius Richter sebagai dalil. Yulius telah mencerca
umat Kristen yang telah membiarkan kekaisaran Byzantium secara berangsur-angsur
digantikan oleh emperator Islam dan berlanjut dengan jatuhnya Konstantinopel
pada tahun 1453 ke tangan umat Islam. Para peneliti yang berpendapat seperti ini
sepertinya lupa bahwa infiltrasi umat Islam di berbagai penjuru dunia muncul
sebelum adanya gerakan militer. Infiltrasi ini berakar dari masalah kebudayaan
dan kepercayaan.
Dari sudut ini, bisa dipahami
mengapa umat Islam dalam masa yang singkat dan dengan fasilitas yang sedikit
bisa memperluas kekuasaannya. Thomas V Arnold, menerangkan falsafah kemajuan
Islam sebagai berikut.
“Ketika tentara Islam tiba di
Jordan, orang-orang Kristen Jordan menulis surat yang isinya sbb: Wahai umat
Islam, kalian lebih kami sayangi daripada orang-orang Roma, meskipun mereka
seagama dengan kami, tetapi kalian berperilaku lebih mulia, lebih adil, dan
lebih baik terhadap kami.”
Infiltrasi dan perkembangan
Islam di Eropa, bisa disebutkan sebagai salah satu dari penyebab terjadinya
kerjasama antara gerakan misionaris gereja dengan pihak imperialis. Menurut
pandangan Norman Daniel dalam bukunya berjudul “Islam and the West: The making
of an image”, penentangan politik dunia Kristen terhadap dunia Islam berubah
menjadi satu pemikiran yang menguasai Barat. Ide ini terus tertanam dalam
pikiran Barat meskipun ideologi persatuan Eropa telah hancur dan agama Kristen
telah terpecah menjadi Katolik dan Protestant.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar