Sabtu, 28 Januari 2012

ALMASIH BENAR-BENAR TIDAK DISALIB (BAGIAN 1)




Dalam sebuah makalah yang berjudul 'SALIB KRISTUS DALAM PERSPEKTIF PENULIS ARAB-MUSLIM KONTEMPORER' Bambang Noorsena menyatakan bahwa Salib Kristus dan Thariq al-Alam (Jalan Sengsara)-Nya adalah salah satu "batu sandungan" dalam dialog teologis Kristen-Islam hingga sekarang. Salah satu alasan penolakan Islam atas historisitas penyaliban Yesus, didasarkan atas sebuah ayat dalam al-Qur’an; Wa maaqataluhu wa maa shalabuhu wa lakin syubiha lahum. (Mereka tidak membunuhnya dan tidak pula mereka menyalibkannya, melainkan yang disamarkan bagi mereka" (Q.s. An-Nisa’/4:157).

Makalah yang disampaikan dalam "Pengajian Injil" yang diselenggarakan Institute for Syriac Christian Studies (ISCS) Surabaya, di Gedung Keuskupan, Jl.W.R.Supratman No.4, Surabaya, 2 Juli 2004 itu penting untuk dikritisi. Meski sudah lewat, makalah yang dimuat di www.iscs.or.id sangat mendasar bagi "akidah".

Penyaliban Yesus

(Al-Masih) dan 'penderitaannya' (the passion of Christ) dalam akidah Islam, bukan saja tidak mendapat tempat, namun juga ditolak oleh Bibel. Apa yang dikatakan oleh Bambang Noorsena bahwa salah satu alasan penolakan Islam adalah Qs. An-Nisa' [4]: 157 sama sekali tidak tepat. Dalam tulisan ini, penulis mencoba memberikan beberapa catatan penting.

Pertama, kisah penyaliban Kristus dan penderitaannya (Âlâm al-Masîh) yang diklaim oleh umat Kristen sebagai bagian dogma yang harus diterima, meskipun irasional dan sama sekali tidak berdasar. Bangunan dogma ini laksana 'sarang laba-laba': tidak kokoh dan sudah runtuh.

Yang meruntuhkan dogma yang 'membingungankan' ini bukan hanya Al-Qur'an, tapi juga Bibel. Namun sayang, karena dogma –percaya tidak percaya, masuk akal atau tidak—wajib diterima. Benar, bahwa Qs. An-Nisa [4]: 157 menolak penyaliban Kristus. Penolakan Al-Qur'an bukan tanpa dasar dan tanpa alasan yang kuat.

Kisah penyaliban Kristus merupakan 'sandiwara' yang dibuat oleh Yahudi. Kemudian sandiwara ini mendapat sambutan yang sangat besar sekali dari umat Kristen. Umat Yahudi yang paling banyak mencerca ibunda Mariam (Maria) –wanita suci dan terhormat—dan menuduhnya berbuat "serong" lebih dicintai oleh umat Kristen, meskipun umat Islam membela habis-habisan.

Pada akhirnya, penyaliban ini menjadi dogma yang taken for granted, tanpa proses olah nalar yang cerdas.

Umat Yahudi adalah umat yang memiliki budaya "ingkar janji", mengingkari ayat-ayat Allah, membunuh para nabi tanpa alasan yang benar, mengaku hatinya tertutup.

Mereka juga mencerca Mariam, ibu Kristus. Dan yang paling besar, mereka mengaku telah 'membunuh' –menyalib—Kristus utusan Allah (Qs. An-Nisa' [4]: 156-157). Padahal, mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, hanya orang yang diserupakan –bukan disamarkan seperti yang diklaim Bambang Noorsena.

Dan ternyata, orang-orang Yahudi sendiri ragu terhadap yang mereka salib itu. Mereka tidak memiliki pengetahuan yang valid, akhirnya mereka hanya mengikuti perkiraan (prasangka) saja (ittibâ` az-zhann).

Dan mereka memang benar-benar tidak yakin bahwa mereka telah membunuh Kristus (Qs. An-Nisa' [4]: 157). Al-Qur'an menyatakan bahwa Kristus tidak hanya tidak disalib, bahkan diangkat oleh Allah (Qs. An-Nisa [4]: 158).

Kalau seandainya benar Kristus disalib, demi menebus dosa bapaknya Adam. Berarti Allah tidak adil. Kalau Tuhan mengorbankan 'Anak Tunggal-Nya', berarti Tuhan tidak memiliki kasih sayang. Bukankah dalam agama Kristen Tuhan itu bersifat 'adil' dan 'pengasih'.

Jika demikian, kisah penyaliban Kristus tertolak melalui dua sifat Tuhan yang kontradiktif ini. Adalah benar apa yang termaktub di dalam Kitab Yehezkiel 18: 2-4, "Mengapa peribahasa ini terus disebut-sebut di negeri Israel? 'Orang tua makan buah anggur yang asam rasanya, tetapi anak-anaklah yang ngilu giginya.' Demi Aku, Allah yang hidup, TUHAN Yang Mahatinggi, peribahasa ini tidak akan lagi diucapkan di Israel. Nyawa setiap orang adalah milik-Ku, baik nyawa orang tua maupun nyawa anaknya. Orang yang berdosa, dialah yang akan mati."

Lebih tegas lagi dijelaskan, "Orang yang berbuat dosa, dialah yang akan mati. Anak tidak harus menanggung akibat dari kesalahan ayahnya; sebaliknya, ayah pun tidak harus menanggung akibat dari dosa-dosa anaknya. Orang yang baik akan mendapat ganjaran yang baik karena perbuatannya yang baik. Dan orang yang jahat akan menderita akibat dari kejahatannya." (Yehezkiel 18: 20).

Dengan demikian, tidak ada alasan bahwa Kristus harus menebus dosa Adam. Rentang waktu yang begitu lama – ribuan tahun—sejak Adam dan Hawa makan buah dari pohon kehidupan dan keabadian, menjadi tanda tanya besar yang tidak terpecahkan.

Bukan hanya tidak masuk akal, juga menodai ke-Mahaagungan Allah SWT. Apakah Allah Yang Mahakuasa tidak mampu mengampuni dosa para hamba-Nya? Karena dia Mahakuasa. Lalu kenapa harus menunggu Kristus dilahirkan? Paralogisme yang menggelikan!

Kedua, benarkah Kristus disalib? Bambang Noorsena dalam makalahnya juga menyatakan, " Secara gramatikal, Q.s. An-Nisa’ 157 memang tidak menyangkal secara gamblang historisitas penyaliban Yesus.

Ungkapan lakin syubiha lahum (melainkan yang disamarkan bagi mereka), menggunakan bentuk fi’il mabni lil-majhul yang tidak menunjuk secara jelas subyek, yaitu siapa yang menggantikan Yesus dalam penyaliban.

Nama Yudas Iskariot sebagai pengganti Yesus baru muncul belakangan, dan dalam sejumlah tafsir kuno dikemukakan nama-nama lain (Simon Petrus, Simon dari Kirene, dan sebagainya).

Artinya, nama-nama inipun tidak muncul dalam teks al-Qur’an, melainkan dalam sejumlah kitab Tafsir al-Qur’an.

Keliru besar jika Bambang Noorsena menyatakan bahwa kata kerja (fi`il) syubbiha lahum fi`il al-mabni li al-majhuul. Kemudian, dengan spontan menyimpulkan bahwa ayat tersebut tidak secara gamblang menolak historisitas penyaliban Kristus.

Ini sangat penting untuk dicermati. Pertama, dalam gramatikal Arab, tidak semua fi`il al-mabnî li al-majhuul tidak jelas pelakunya. Kesimpulan dini anti-klimaks ini merupakan akibat dari ilmu bahasa Arab yang matang dipaksakan. Yang menggantikan Kristus adalah Allah. Itu adalah logika. Kesimpulan yang 'sembrono' dan 'serampangan' itu adalah akibat dari kutipan ayat yang tidak sempurna.

Jika saudara Bambang benar-benar mengutip ayat secara sempurna, dari ayat 156-158, maka kesimpulannya akan berbeda jauh. Syeikh Mutawalli Sya`rawi dalam bukunya Maryam wa Al-Masih menyatakan, bahwa kata 'syubbiha lahum' merupakan 'satu bukti' danya "kecerobohan" dalam usaha pembunuhan itu. Maka, orang lain diserupakan dengan Kristus. Hal itu mengindikasikan bahwa masalah penyaliban (pembunuhan Kristus) tidak alami. Tidak ada kepastian dari orang-orang yang ingin membunuhnya."

Penulis kira, tidak ada bedanya kata syubbiha lahum dengan ayat yang berbunyi zuyyina li an-nassi dalam Qs. Ali `Imran [3]: 14,"Zuyyina li an-naasi hubb asy-syahawaati min an-nisaa'i wa'l-baniin a'l-qanaathiir'l-muqantharah min adz-dzahabi wa'l-fidhdhati wa'l-khili'l-musawwati wa'l-an`aami wa'l-harts...."

Apakah ayat ini juga harus dipertanyakan, "Siapa yang memberikan rasa cinta dalam diri manusia terhadap wanita, anak-anak, dst...? Apakah ayat ini juga akan disebut 'tidak jelas'?

Jawabannya yang tepat penulis kira; kembali kepada penguasan bahasa Arab yang lebih sempurna. Bukan penguasaan yang tendesnsius. Kedua, tidak benar bahwa nama Yudas Iskariot baru muncul belakangan.

Kemudian, Bambang menyebutkan nama-nama Simon Petrus, Simon dari Kirena, dan sebagainya. Setelah itu beliau menyimpulkan, "Nama-nama inipun tidak muncul dalam teks al-Qur'an, melainkan dalam sejumlah tafsir al-Qur'an.

Benar bahwa, nama-nama Simon Petrus dan Simon dari Kirena, dan sebagainya tidak tercantum di dalam Al-Qur'an. Karena nama-nama itu tidak penting. Yang penting adalah, wa maa qataluuhu wa maa shalabuuhu, wa laakin syubbiha lahum. Itulah inti ayat Al-Qur'an dalam masalah ini. Karena aktor dalam penyaliban itu ada tiga: Yahudi, Kristus dan Yudas Iskariot. Inilah yang harus dicantumkan dalam Al-Qur'an. Sementara Simon Petrus dan Simon dari Kirena, dalam istilah bahasa Arab, laa yanfa` wa laa yadhurr.

Sejatinya, nama Yudas sudah hilang ketika –menurut keyakinan Kristen—setelah penangkapan Kristus dan diserahkan kepada para pemuka agama dan tentara Romawi, ia menghilang. Ia tidak kedengaran lagi perannya dalam panggung peristiwa.

Ke mana dia? Ini akan dijawab pada poin ketiga di bawah ini.
Ketiga, Kristus benar-benar tidak disalib menurut kesaksian Bibel. Buktinya; "Angkatlah seorang jahat untuk mengadili dia, biarlah ia didakwa oleh lawannya. Biarlah ia diadili dan dinyatakan bersalah, dan biarlah doanya dianggap dosa. Biarlah hidupnya lekas berakhir, dan jabatannya diambil oleh orang lain. Biarlah anak-anaknya menjadi yatim, dan istrinya menjadi janda.

Biarlah anak-anaknya menjadi pengemis yang mengembara, dan diusir dari reruntuhan rumahnya. Biarlah segala miliknya disita oleh penagih hutang, dan hasil jerih payahnya dirampas orang. Jangan ada yang baik hati kepadanya, atau menyayangi anak-anak yang ditinggalkannya. Biarlah seluruh keturunannya dibinasakan, dan namanya dilupakan oleh angkatan yang kemudian. Biarlah kejahatan leluhurnya tetap diingat Tuhan, dan dosa ibunya tidak diampunkan.

Biarlah dosa mereka selalu diingat Tuhan, dan tak ada yang mengenang mereka di bumi. Sebab orang itu tak pernah ingat untuk menunjukkan kasih sayang. Ia menganiaya orang miskin dan sengsara, dan membunuh orang yang tak berdaya. Ia suka mengutuk; biarlah ia sendiri terkutuk!

Ia tidak suka memberi berkat, biarlah tak ada berkat untuk dia! Baginya mengutuk itu perbuatan
biasa, sama seperti mengenakan pakaiannya. Biarlah kutuk itu merembes seperti air ke badannya, dan seperti minyak ke tulang-tulangnya.

[clor=red]Biarlah kutuk itu menutupi dia seperti pakaian, dan selalu melingkari dia seperti ikat pinggang. Tuhan, jatuhkan hukuman itu atas penuduhku, atas orang yang bicara jahat tentang aku. Tetapi tolonglah aku sesuai dengan janji-Mu, ya Tuhan Allahku, selamatkanlah aku karena kebaikan dan kasih-Mu... (Mazmur 109: 6-21).[/color]

Apa yang muncul dari Mazmur di atas? Pertama, Yudas adalah orang yang akan dihakimi, bukan
Kristus. Kedua, ditetapkan atasnya dosa. Ketiga, ia pasti akan disalib. Anaknya akan menjadi yatim, dan istirinya menjadi janda. Keempat, dialah yang mengkhianati Kristus dan berusaha untuk menghindar darinya. Kelima, Allah benar-benar akan menyelamatkan Kristus. Khsusus poin ketiga, Kristus tidak punya anak, karena dia tidak menikah.

Berarti tepat, itu adalah Yudas. Kemudian, menurut syariat Yahudi, yang disalib adalah terlaknat (terkutuk) (Ulangan 21: 22-23).

Penulis kira, tidak ada satu orang Kristenpun yang menerima jika Kristus dilaknat (dikutuk); raja
penyelamat harus tetap hidup. Bagaimana mungkin Kristus mati disalib (Yohanes 12: 34); dalam Matius 16: 21 Kristus menyatakan bahwa 'ia akan dibunuh'.

Namun ini kontradiksi dengan injil Markus dan Lukas, karena kedua injil itu menggunakan kata ganti orang ketiga, 'Anak Manusia', bukan Kristus (Markus 8: 31 dan Lukas 18: 31-33).

Dengan demikian, Markus dan Lukas sepakat menggunakan kata 'Anak Manusia'. Para murid Kristus sendiri –ketika ia berbicara tentang 'Anak Manusia' yang akan mati disalib—tidak memahami kata-katanya (Lukas 18: 34 dan Yohanes 20: 9).

Tidak ada satu ayatpun dalam Bibel, ketika Yesus berbicara tentang penyaliban dengan menggunakan 'Anak Allah'. Dengan demikian, umat Kristen tidak ada alasan untuk mengakui penyalibannya. Silahkan dicermati dalil yang satu ini, "Memang Anak Manusia akan mati (perhatikan dia tidak mengatakan dibunuh) seperti yang tertulis dalam Alkitab. Tetapi celakalah (artinya siksa dan sakit) orang itu yang melalui tanggannya diserahkan anak manusia. Lebih baik bagi dia kalau tidak pernah dilahirkan (Matius 26: 24). Apakah Kristus lebih baik untuk tidak dilahirkan ke dunia ini?

Inilah kata Yudas di atas kayu salib, ["Eli, Eli, lama sabakhtani?" yang berarti, "Ya Allahku, ya Allahku mengapakah Engkau meninggalkan aku? (Matius 27: 46). Karena jika yang disalib itu Kristus, maka ia harus; ridha dengan ketentuan Allah dan takdir-Nya (secara nâsût dan lâhût, secara kemanusiaan dan keilahian) . Selain itu ia seyogyanya bergembira, bukan malah gelisah, karena ia telah menebus dosa manusia, dan itu merupakan misinya.

Bagaimana mungkin misinya tersebut menyebabkan dia merasa gelisah, khususnya jika ia seorang nabi, atau tuhan atau anak tuhan sebagaimana yang diklaim oleh umat Kristen.

Perhatikanlah ayat Injil ini, " Tinggal sesaat saja kalian tak akan melihat aku lagi, dan setelah itu sesaat lagi kalian akan melihat aku (Yohanes 16: 16).

Bagaimana mungkin para murid Kristus tidak melihatnya, padahal ia berada di atas kayu salib. Karena ternyata, para murid juga tidak mampu memahami perkataan Kristus ketika berbicara tentang itu. " Beberapa murid mulai bertanya satu sama lain: "Apa maksud dari perkataannya: "Tinggal sesaat saja, kalian tidak akan melihat aku lagi, dan setelah itu sesaat lagi kalian tidak akan melihat aku."

Juga apa maksudnya: "Aku pergi kepada Bapa?" Mereka terus bertanya, "Apa artinya sesaat? Kita tidak mengerti ia bicara apa." (Yohanes 16: 17-18). Itu adalah gaya bahasa Kristus, penuh metafora dan majaz. Itulah usaha Kristus untuk mem-filter iman mereka. Juga agar mereka tidak gusar, tenang: karena Kristus tidak akan mati di tiang salib.

Kristus hanya pergi sebentar, meninggalkan para muridnya. Setelah itu, ia kembali menemui mereka. Kalian tidak akan aku tinggalkan sendirian sebagai yatim piatu.

Tinggal sebentar saja dunia tak akan melihat aku lagi. Tetapi kalian akan melihat aku. Dan karena aku hidup, kalian pun akan hidup. (Yohanes 14: 18-19).

Perhatikan, Kristus tidak menyatakan 'akan hidup', tapi 'hidup'. Kenapa? Karena dia memang tidak mati. Kalau memang Kristus akan hidup (bangkit) lagi, maka tidak ada gunanya Maria Magdalena membawa ramu-ramuan (Markus 16: 1). Karena ramuan untuk orang mati, bukan untuk Kristus yang tidak (belum) mati.

Bahkan ketika bertemu Maria Magdalena, Kristus enggan untuk disentuh. Ia berkata, [coor=red"Jangan pegang aku, kata Yesus, karena aku belum naik kepada Bapa." (Yohanes 20: 16-17). [/color]

Kalau benar Kristus disalib, ia akan berkata, "Aku telah bangkit dari kematian (dari antara orang-orang mati). Tapi ia malah mengatakan, "Aku belum naik kepada Bapa." Apa artinya? Artinya ia belum mati, karena memang tidak disalib.

Maria sendiri menyatakan bahwa dia telah melihat Tuhan, bukan menyatakan bahwa Tuhan telah bangkit dari kematian (Yohanes 20: 18). Bukankah pada pertemuan kedua dengan murid-muridnya, ia memperlihatkan tangan dan lambungnya? Artinya, di tangannya tidak ada bekas paku salib.

Wajah Kristus sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk menyatakan bahwa dia benar-benar Kristus, tanpa harus memperlihatkan bekas paku segala. Tapi ini benar-benar bukti bahwa ia ingin meyakinan para muridnya, bahwa ia tidak disalib, dan belum mati.

Untuk mempersingkat, ini satu dalil lagi bahwa Kristus (sebagaimana diyakini kalangan Kristen) tidak sedang disalib. "Yesus berkata kepada mereka, “Aku akan pergi, dan kalian akan mencari Aku, namun kalian tidak akan mampu datang ke tempat Aku berada. Namun kalian akan mati dalam dosa-dosa kalian (Yohanes 8: 21).

Konklusi dari ayat Injil ini adalah: pertama, orang-orang Yahudi akan berusaha untuk menangkap Yesus, namun mereka tidak mampu melakukannya. Kedua, mereka akan menanggung dosa atas usaha pembunuhannya, ketika mereka membunuh Yudas yang tersirat dalam ungkapan Yesus: “Kalian akan mati dalam dosa kalian”.

Ini adalah dalil yang menyatakan bahwa Kristus benar-benar selamat dari usah penyaliban. Maka wajar jika nama Yudas langsung menghilang dari panggung sandiwara.

Dengan demikian, Kristus benar-benar tidak disalib. Karena kalau dia disalib, berarti ayat ini harus dicopot dari Injil, Padahal kami berharap bahwa dialah yang akan membebaskan Israel…(Lukas 24: 21).

Argumen Bambang Noorsena, yang beliau kutip dari Tharif Khalidi, dikisahkan bahwa seorang bernama Al-Urits telah bermimpi bertemu Yesus, dan bertanya kepada Yesus: "Apakah penyaliban benar-benar terjadi?"

"Ya, Benar! Saya memang disalibkan", jawab Yesus. Lalu si penerima mimpi melaporkan mimpinya kepada seorang ulama. "Tidak Yesus tidak disalib!", ulama itu marah sambil mengutip Q.s. An-Nisa’ 157-158. "Yang bermimpi disalib itulah yang akan disalibkan!", demikian kata sang ulama.

Menurut Khalidi, sosok al-Urits itu memang sosok historis yang hidup zaman Sultan Saladin. Ini adalah kisah yang tidak populer hingga hari ini dan tidak dapat dipertanggungjawabkan validitasnya. Apalagi jika ia diklaim sebagai "sosok historis" yang hidup di zaman Sultan Saladin. Tentu saja kisah besar ini akan tersebar, tapi buktinya tidak []. Wallahua`lamu bi as-shawab!

Oleh: Qosim Nursheha Dzulhadi *

*) Penulis adalah Mahasiswa Universitas Al-Azhar-Mesir, Fakultas Uhuluddin, jurusan Tafsir. Dimuat di www.hidayatullah.com

Tidak ada komentar: