Bagian Kedelapanbelas
Pada masa
pemerintahan Utsmani, para misionaris Barat merupakan salah satu alat untuk
menyebarkan pengaruh pemerintahan Barat di wilayah itu. Mereka dengan
berbagai metode berusaha untuk meningkatkan fanatisme kesukuan dan ras,
serta menyebarkan perpecahan di antara rakyat sehingga memperlemah
pemerintahan Utsmani yang merupakan satu-satunya pemerintahan di Eropa yang
bermazhab resmi Islam ini.
Setelah
runtuhnya pemerintahan Turki Utsmani dan naiknya Kamal Attaturk, para
misionaris semakin banyak dan bebas menjalankan aktivitasnya di negara ini.
Kebijakan politik Ataturk yang memukul
Islam sejalan dengan tujuan para
misionaris. Penetapan hari Minggu sebagai hari libur yang mengantikan hari
Jumat, mengganti huruf Arab dari bahasa negara ini dan menggantikannya
dengan huruf latin, pembatalan penanggalan Hijriah dan menggantinya dengan
penanggalan Masehi, adalah di antara langkah-langkah Attaturk dalam
menyingkirkan nilai-nilai Islam dari tengah masyarakat Turki. Sebaliknya,
Attaturk menyebarluaskan pengaruh kebudayaan Barat di negara itu.
Secara umum,
dewasa ini, politik Attaturk yang anti Islam masih dilanjutkan oleh sebagian
pejabat negara ini, meskipun mendapatkan penentangan dari rakyat. Dengan
kata lain, sebagian pejabat negara ini berusaha melemahkan budaya Islam di
tengah masyarakat muslim Turki. Sejalan dengan itu, sebagian pejabat negara
memberikan kebebasan kepada para misionaris untuk menjalankan aktivitas
mereka. Meluasnya kegiatan misionaris Barat di Turki bahkan membuat dewan
keamanan nasional negara ini mengganggapnya sebagai sebuah fenomena yang
mengkhawatirkan.
Berdasarkan
laporan yang diungkapkan oleh Dewan Keamanan Nasional Turki, para misionaris
selama tiga tahun, yaitu sejak tahun 1999 hingga 2001, telah menyebarluaskan
tiga juta naskah Injil secara gratis di Tuki. Penyebaran Injil dalam jumlah
yang amat besar itu membutuhkan dana yang besar pula. Berdasarkan laporan
tersebut, selama satu tahun, di kota Istambul saja sudah 19 gereja yang
didirikan. Hal yang menarik di sini adalah bahwa gereja-gereja itu didirikan
di daerah-daerah yang tidak ada penduduk Kristennya. Para misionaris membeli
atau menyewa unit-unit apartemen dan toko-toko, lalu menggunakannya sebagai
tempat peribadatan ataupun gereja. Belum lama berselang, sementara para
misionaris dengan bebas mengajarkan ajaran Kristen kepada para pemuda dan
remaja di sekolah-sekolah, kelas-kelas pengajaran Quran malah diserang oleh
oknum-oknum kepolisian.
Dalam sebuah
laporan resmi disebutkan bahwa tujuan utama para misionaris lebih jauh dari
sekedar menyebarkan ajaran agama. Tujuan utama mereka adalah memecah-belah
Turki. Dalam usahanya ini, salah satu kegiatan para misionaris adalah
menciptakan perpecahan antara bangsa Turk dan Kurdi. Para misionaris di
tenggara Turki menyebarluaskan Injil dalam bahasa Kurdi dan menggerakkan
rakyat Kurdi untuk menuntut agar bahasa Kurdi digunakan dalam pengajaran di
sekolah-sekolah dan menyebarluaskan program dalam bahasa Kurdi.
Hubungan Partai
Komunis Kurdi (KDK), yang sebelumnya bernama Partai Buruh Kurdi (PKK), dan
gerakan separatis Kurdi dengan gereja adalah sebuah fakta yang harus
diperhatikan. Sejak tahun 1983, gereja memiliki hubungan erat dengan
kelompok-kelompok separatis. Perlu disebutkan pula bahwa gerakan separatis
pertama yang terjadi di tenggara Anatolis pada tahun 1962, didalangi oleh
para pakar AS yang terkait dengan gereja-gereja Katolik dan Anglikan.
Untuk mencapai
tujuan politik dan budayanya, para misionaris Barat di Turki menggunakan
metode yang berbeda-beda. Misionaris yang beraktivitas di tengah masyarakat
fakir menipu masyarakat dengan tawaran kerja dan janji pemberian uang
Sebaliknya, para fakir miskin itu diminta untuk mengenakan pakaian
Kristiani.
Majalah Aidin
Lik terbitan Turki, beberapa waktu yang lalu menyebutkan tentang adanya
sebuah buku terbitan New York yang berisi "metode-metode misionaris
Prostestan”. Dalam buku ini, secara jelas dituliskan bahwa lokasi terpenting
aktivitas misionaris adalah negara-negara Arab dan Islam. Kepada para
misionaris, buku ini menuliskan pesan sebagai berikut. "Peluang terbaik bagi
kita adalah di negara-negara yang baru lepas dari perang dan kondisinya
diliputi kehancuran, kelaparan, dan standar hidup yang rendah. Daerah
terbaik untuk menyebarkan agama adalah di pinggiran kota. Jika diperlukan,
orang-orang yang tinggal di daerah-daerah seperti ini bisa dibeli.”
Penggunaan
radio, televisi, serta bioskop adalah salah satu metode yang biasa dipakai
para misionaris. Berdasarkan sebuah laporan penelitian pada tahun 1993, di
antara film-film yang ditayangkan di televisi pemerintah dan swasta di
Turki, sebagiannya merupakan propaganda Kristen. Dalam film ini, para pastor
atau penyebar ajaran Kristen selalu digambarkan sebagai orang berwajah
bersih dan orang yang baik. Sebaliknya, dalam sebagian besar film-film
buatan Turki yang selama ini ditayangkan, para ruhaniwan Islam digambarkan
sebagai orang yang kepribadiannya tidak simpatik sehingga tidak bisa menarik
perhatian para pemuda dan remaja.
Menurut juru
bicara pers Patrik Khan Ortodoks, segala organisasi atau lembaga yang
dibangun oleh misionaris selalu saja melayani kepentingan para imperialis.
Imperialisme menggunakan para misionaris sebagai senjata dan oleh karena
itu, misionaris amat berbahaya bagi Turki dan dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar