Bagian Ketiga
Saudara, selamat bersua kembali dalam rangkaian acara
yang membahas gerakan misionaris Kristen di negara-negara Islam. Pada
pertemuan yang lalu, kami sudah menyampaikan pembahasan alasan kerjasama
antara gerakan misionaris dan imperialisme berakar dari Perang Salib dan
kedengkian mereka atas kemajuan peradaban Islam yang sangat pesat. Pada
pertemuan ketiga ini, kita akan membahas akibat-akibat kehadiran misionaris
di negara-negara Islam.
Pada abad kedelapan belas dan kesembilan belas Masehi,
misionaris Eropa masuk ke negara-negara Islam dan memulai kegiatannya secara
luas. Awalnya, gerakan ini bertujuan
untuk menyebarkan pemikiran Kristen dan mengganti agama kaum muslimin. Namun, usaha mereka mengalami kegagalan. Karena itu, mereka mengganti metode penyeberluasan misi mereka. Alih-alih mengajarkan ajaran Kristen, mereka malah mempropagandakan kebudayaan Barat dan nasionalisme. Metode ini banyak dilakukan oleh misionaris asal Amerika. Berdasarkan pengakuan sebagian penulis Barat, seperti George Antonius, benih-benih pemikiran pertama Barat seperti penolakan agama, liberalisme, dan sekularisme secara terus-menerus ditanamkan oleh misionaris Kristen di negara-negara Islam. Tujuan mereka adalah untuk memperlemah keyakinan kaum muslimin di kawasan itu tehadap agama Islam dan mempersiapkan kondisi bagi terlaksananya imperialisme di sana. Para misionaris, dengan mendirikan sekolah-sekolah, pusat keilmuan, dan universitas, menyebarkan dasar-dasar pemikiran Barat dan dengan jalan ini mereka mempromosikan peradaban Barat di dunia Islam.
untuk menyebarkan pemikiran Kristen dan mengganti agama kaum muslimin. Namun, usaha mereka mengalami kegagalan. Karena itu, mereka mengganti metode penyeberluasan misi mereka. Alih-alih mengajarkan ajaran Kristen, mereka malah mempropagandakan kebudayaan Barat dan nasionalisme. Metode ini banyak dilakukan oleh misionaris asal Amerika. Berdasarkan pengakuan sebagian penulis Barat, seperti George Antonius, benih-benih pemikiran pertama Barat seperti penolakan agama, liberalisme, dan sekularisme secara terus-menerus ditanamkan oleh misionaris Kristen di negara-negara Islam. Tujuan mereka adalah untuk memperlemah keyakinan kaum muslimin di kawasan itu tehadap agama Islam dan mempersiapkan kondisi bagi terlaksananya imperialisme di sana. Para misionaris, dengan mendirikan sekolah-sekolah, pusat keilmuan, dan universitas, menyebarkan dasar-dasar pemikiran Barat dan dengan jalan ini mereka mempromosikan peradaban Barat di dunia Islam.
Universitas St. Joseph di Suriah dan Universitas Amerika
di Beirut dan Libanon, adalah beberapa contoh dari pusat keilmuan yang
didirikan para misionaris. Tentang aktivitas dua universitas itu, J.B. Gibb
dalam bukunya “Suriah, Libanon, dan Jordania” menulis, “Kedua universitas
ini membuka jalan bagi masuknya pemikiran Barat ke Suriah, Libanon, dan
Jordania dan unsur pemikiran baru yang terpenting yang mereka sebarkan
adalah nasionalisme.” Universitas St. Joseph didirikan pada tahun 1874
Masehi, sementara Universitas Amerika di Beirut didirikan tahun 1866.
Universitas St. Joseph menekankan pada pengkristenan kaum muslimin dan
penyebaran kebudayaan Barat di Suriah. Sementara Universitas Amerika di
Beirut yang nama awalnya adalah Sekolah Protestan Suriah, berusaha
menyampaikan pahamnya dengan metode westernisasi dan liberalisasi.
Universitas ini menerapkan rencananya dengan jalan menyebarluaskan
materialisme, nasionalisme, dan liberalisme. Oleh karena itu, Universitas
Amerika di Beirut dengan tujuan memecah-belah dunia Islam dan kaum muslimin,
mempropagandakan nasionalisme Arab dan anti-Turki.
Akibat pengajaran sistem pendidikan Barat yang dilakukan
oleh kedua universitas ini dan universitas serupa lainnya yang didirikan di
berbagai negara Islam, terjadi gelombang penjajahan budaya dan penindasan
budaya pribumi dan juga masuknya ideologi-ideologi dan pendidikan Barat.
Namun, bidang industrialisasi dan kemajuan ekonomi dan ilmu-teknologi sama
sekali tidak dikembangkan di negara-negara Islam. Joseph Szyliowicz, dalam
bukunya yang berjudul Pendidikan dan Modernisasi di Timur Tengah mengakui
bahwa program-program kedua universitas ini lebih banyak bermanfaat bagi
Perancis dan Amerika daripada memenuhi kebutuhan masyarakat Timur Tengah.
Pengakuan ini menjelaskan jatidiri dan tujuan yayasan
pendidikan yang didirikan oleh misionaris. Yayasan-yayasan itu jelas-jelas
merupakan alat propaganda dan westernisasi yang bertujuan untuk mengamankan
posisi kaum imperialis. Dengan memperhatikan catatan sejarah, masuknya
misionaris ke negara-negara Islam biasanya diikuti oleh para pedagang Eropa.
Menyusul setelah itu, datang pula tentara-tentara Inggris, Perancis,
Portugis, Belgia, dan Rusia. Setelah pemerintahan imperialis berdiri, para
penjajah itu amat melindungi gerakan misionaris dengan tujuan agar
penyebaran kebudayaan Barat terus berlanjut. Perlindungan ini tampak dalam
berbagai bentuk materil dan moril. Contohnya, dalam masalah pendidikan,
pemerintah imperialis memberikan dana yang cukup bagi pendirian berbagai
yayasan oleh misionaris. Di samping itu, sistem pendidikan serta tanah air
yang mereka kuasai, secara terbatas diserahkan kepada misionaris untuk
dikelola.
Salah satu tujuan sekolah-sekolah dan pusat-pusat
keilmuan yang dikelola oleh misionaris adalah mendidik manusia menjadi
penurut dan pendiam. Seperti misalnya di Afrika, misionaris mendidik rakyat
Afrika agar tidak menentang hukum. Patrice Lumumba, ketua Gerakan Nasional
Kongo, yang pernah belajar di sebuah sekolah misionaris, dalam bukunya
“Hidup dan Peperanganku” menulis:
“Tidak pernah bisa kupahami mengapa di sekolah-sekolah
selalu diajarkan kepada kami agar menjaga dasar perdamaian dan kesucian Al-Masih,
sementara di luar sekolah orang-orang Eropa melakukan penindasan kepada kami.”
Di sini kita bisa menyimpulkan bahwa misionaris juga
memainkan peranannya dalam menenangkan warga pribumi dan menidurkan semangat
perlawanan mereka terhadap penjajah. Misionaris juga berada di balik
peristiwa pembunuhan Patrice Lumumba di Katanga pada periode Musa Chumbe
tahun 1961, perang dalam negeri Nigeria, juga pembangkangan dan revolusi
bersenjata separatis Kristen di selatan Sudan.
Ahmad Sekou Toure, Presiden Ghana pada tahun 1983, telah
mengusir semua misionaris Eropa dari negara itu. Sekou Toure adalah pemimpin
perjuangan rakyat melawan penjajahan Perancis di tahun 1957. Dalam masalah
pengusiran misionaris Eropa ini, dia berkata bahwa misionaris agama dan
pendeta Eropa adalah musuh terbesar Afrika karena mereka melakukan kegiatan
mata-mata dan perusakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar