Bagian Ketiga Belas
Pada bagian kali ini, kami akan
menukil isi pidato seorang misionaris bernama W.H.T.Gairdner yang kami ambil
dari buku “Konferensi Misionaris Dunia, Misi dan Pemerintah” terbitan tahun
1910 yang berisi kumpulan pidato, laporan, diskusi, dan program-program
misionaris.
Gairdner dalam Konferensi Misionaris
Dunia menyatakan secara terang-terangan bahwa infiltrasi terhadap
negara-negara Islam sangat diperlukan untuk mempercepat kristenisasi di
sana. Kepada para misionaris yang hadir dalam konferensi itu, Gairdner
menyatakan, “Masalah Islam tidak bisa kita abaikan begitu saja. Pertama,
karena Islam telah mendekati pintu gerbang kita. Islam dari telah hadir
dari Afrika Utara hingga Eropa. Pada dasarnya, bisa dikatakan bahwa Islam
bergerak dari dua arah laut Mediterania. Kedua, karena Islam adalah masalah
besar bagi kita. Islam bagaikan gunung yang kukuh yang berdiri di
tengah-tengah kaum Kristen di Barat dan penyembah berhala di Timur.
Saya ingin mengingatkan bahwa meskipun
jika masalah kita di Jepang, Manchuria, China, dan India bisa kita
selesaikan dan krisis yang terjadi dengan mereka dewasa ini secara baik bisa
kita atasi, tembok penghalang yang tinggi ini, yaitu Islam, masih tetap
berdiri dan memisahkan kaum Kristiani di Barat dan Timur. Oleh karena itu,
usaha untuk menyingkirkan penghalang ini tidak bisa kita tunda esok hari.
Gardner berkali-kali secara implisit,
dengan menyebutkan bahwa Islam adalah musuh, menyatakan bahwa para
misionaris harus menggunakan berbagai cara dalam menghadapi Islam. Dalam
pidatonya itu, dia juga menyebutkan berbagai negara dan masyarakat muslim,
salah satunya adalah Afrika. Menurut Gardner, “ Islam di bagian timur Afrika
hingga Kamerun dan bagian barat Afrika hingga Nigeria, telah melakukan
kemajuan. Saya berharap semua misionaris di Afrika Barat melakukan usaha
maksimal demi mengkristenkan kaum muslimim. Dengan adanya musuh kita, yaitu
Islam, kita harus mempersatukan diri. Kita harus membuat satu program
bersama yang ...
Dalam upaya pengkristenan dunia,
delegasi misionaris Afrika hingga kini melakukan berbagai tipuan agar mampu
meraih posisi di antara rakyat pribumi Afrika. Salah satu di antara tipuan
para misionaris adalah dengan memperkenalkan orang-orang yang mengaku semula
muslim lalu berpindah ke agama Kristen. Beberapa tahun yang lalu, seorang
pemuda bernama Buttuwil Mina muncul di televisi Zimbabwe. Dia menyatakan
diri sebagai seorang muslim yang berpindah ke agama Kristen. Setelah
beberapa lama, terungkap kenyataan bahwa dia tidak pernah menganut Islam,
melainkan seorang pendneta yang selama lima tahun belajar agama di Kenya.
Dengan menelaah metode-metode
penyebaran ajaran Kristen, terlihat juga bahwa para misionaris menggunakan
gadis-gadis untuk menarik pemuda-pemuda muslim. Dalam buku “Mission and
Imperialism” tertulis sebagai berikut. “Kaum perempuan dalam pandangan para
misionaris memiliki peranan yang sangat besar untuk mencapai tujuan mereka.
Sebagian misionaris berkeyakinan bahwa delegasi misionaris harus berusaha
menyampaikan ajaran mereka di tengah kaum perempuan muslim karena perempuan
adalah alat yang paling penting untuk mengkristenkan sebuah negara muslim
dengan segera. Perempuan adalah poros kehidupan sosial. Dengan memanfaatkan
mereka, para misionaris bisa melakukan infiltrasi ke berbagai lapisan sosial
masyarakat. Oleh karena itu, didirikan pusat-pusat pendidikan misionaris
khusus untuk mendidik perempuan sesuai dengan ajaran Kristen.”
Sebagian pusat-pusat pendidikan ini
secara langsung mendidik kaum perempuan, termasuk gadis-gadis remaja, untuk
menjadi misionaris. Beberapa di antara pusat pendidikan itu berkedok yayasan
pendidikan seni dan kerajinan tangan kaum perempuan. Kepada kaum perempuan
yang bergabung dengan yayasan tersebut secara tidak langsung diajarkan
nilai-nilai Kristiani.
Adanya penanaman modal
organisasi-organisai misionaris dalam kegiatan misionaris perempuan juga
bisa kita tangkap dari pidato Henry Jesups, seorang misionaris Amerika yang
selama ini berupaya mengkristenkan Timur Tengah. Mengenai sebuah lembaga
pendidikan kaum perempuan di Beirut, Jesup berkata, “Lembaga pendidikan ini
adalah prioritas saya. Lembaga ini kami buka untuk mendidik para perempuan
dan dengan ini kami memberikan perhatian kepada dunia misionaris.”
Salah satu di antara negara Afrika
yang dijadikan ladang aktivitas para misionaris adalah Guinea. Delegasi
misionaris datang ke negara ini pada akhir abad ke-19 dan mendirikan puluhan
gereja serta pusat penyebaran ajaran Kristen. Namun, mereka tetap tidak
berhasil menarik perhatian rakyat Guinea. Hingga kini, penduduk muslim di
Guinea tetap mayoritas, yaitu lebih dari 95 %. Padahal, para misionaris
telah melakukan usaha infiltrasi dan memiliki kekuatan yang besar. Mereka
juga melakukan aktivitas politik yang luas. Ketika Ahmad Sekou Toure naik
sebagai presiden setelah kemerdekaan negara ini pada tanggal 2 Oktober 1958,
dia mengusir semua pendeta kulit putih Katolik dan Protestan dari Guinea
dan menyatakan, “Mereka dengan berkedok pendeta melakukan operasi mata-mata
dan melakukan kerusakan.”
Setelah kematian Sekou Toure pada
tahun 1984 yang diikuti oleh kebangkitan militer Guinea, para misionaris
kembali melakukan aktivitasnya di negara itu. Dengan melakukan infiltrasi
terhadap pemerintah, mereka mengubah sistem pendidikan Guinea dan mengubah
Kementerian Urusan Islam yang dibentuk semasa pemerintahan Sekou Toure
menjadi Kementrian Urusan Religius. Dengan disahkannya hukum revisi UUD
Guinea pada tahun 1991, para misionaris melalui politikus-politiku Kristen
berusaha menngambil posisi penting dalam kabinet kementrian. Meskipun 95
persen rakyat Guinea adalah muslim, namun para misionaris bebas melakukan
penyebaran ajaran Kriaten melalu radio dan televisi. Mereka umumnya
melakukan aktivitas dengan berkedok sebagai organisasi non pemerintah
Amerika. Desa-desa merupakan daerah yang terpenting bagi mereka untuk
melaksanakan misi penyebaran Kristen di Guinea.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar