Kamis, 24 Mei 2012

Sekelumit Kisah Warga Muslim Ambon, Korban Kebiadaban Kristen RMS




AMBON (voa-islam.com) – Rabu, 25 April 2012 bertepatan dengan Hari Ulang tahun Republik Maluku Selatan (RMS) yang ke 62. Bagi warga Kristen Ambon yang menjadi simpatisan RMS 25 April adalah hari raya bagi mereka. Namun, bagi sebagaian kaum muslimin ketika memasuki tanggal tersebut yang timbul adalah kecemasan akan adanya kerusuhan ataupun konflik horisontal yang menyebabkan jatuhnya korban harta dan jiwa.
Sejarah kelam RMS yang telah membantai kaum muslimin Maluku menjadi catatan tersendiri dalam daftar kejahatan kemanusiaan yang dilakukan RMS.
Peristiwa terbaru yang masih membekas dalam ingatan warga muslim Ambon adalah HUT RMS berdarah pada 25 April 2004. Kala itu simpatisan RMS melakukan pembantaian terhadap kaum Muslimin setelah terlebih dahulu mereka mengadakan upacara bendera memperingati HUT RMS.
Buntut dari upacara peringatan HUT RMS tersebut memicu terjadinya konflik dan kerusuhan di dalam kota Ambon selama satu pekan lebih. Akibatnya puluhan kaum muslimin tewas,  ratusan lainnya luka-luka dan ratusan rumah milik warga muslim hangus dibakar oleh para kader dan simpatisan Kristen RMS.
Peristiwa itu betul-betul dikenang oleh kaum muslimin sebagai sebuah tragedi yang memilukan. Para keluarga korban yang anggota keluarganya tewas dibantai oleh para pengikut RMS delapan tahun silam, hingga saat ini masih merasakan kepiluan dan trauma atas peristiwa tersebut.
Diantara keluarga korban yang berhasil ditemui oleh voa-islam.com di Ambon adalah Ny Salma Lisaholit. Saat itu ia kehilangan anak ketiganya yang bernama Muhammad Haris Samal (21 tahun) yang menjadi korban pembantaian RMS pada 27 April 2004.

Muhammad Haris adalah mahasiswa Universitas Pattimura semester enam, Fakultas Tehnik, tewas terkena tembakan pada bagian rusuk kiri tembus ke rusuk belakang. Haris tewas di daerah Talake ketika bersama-sama dengan kaum muslimin lainnya berjihad menghalau gerombolan RMS yang akan menyerang permukiman Muslim di Talake.
Tembakan sniper RMS yang mengenai rusuk kirinya menyebabkan nyawa Haris tidak tertolong dan meninggal ketika dalam perjalanan menuju Rumah sakit Al Fatah Ambon.
Ny Salma Lisaholit dan putrinya Nona Ijah Samal yang bermukim di desa Batumerah, kecamatan Sirimau kota Ambon menceritakan kesedihan mereka karena kehilangan putranya, Haris delapan tahun yang lalu.
Kesedihan saat peristiwa HUT RMS ternyata bukan yang terakhir,  Ny Salma Lisaholit kembali kehilangan putranya pada tragedi 11 September 2011 lalu. Putra keempatnya yang bernama Ismail Samal alias Boby menjadi korban penembakan pada 12 September 2011 pukul 02.00 WIT saat terjadi kerusuhan di Mardika, Ambon.
Ismail adalah adik dari Haris yang menjadi korban pembantaian RMS pada 2004. Ismail juga mengalami tembakan pada rusuk kirinya yang tembus ke belakang rusuknya yang menyebabkan ia meninggal di tempat sebelum sempat mendapat pertolongan medis.
Keluarga korban pembantaian RMS pada 2004 lainnya yang berhasil ditemui voa-islam.com adalah keluarga Abdul Wahid (69 tahun) yang kehilangan putranya Muhammad Anwar Faishal yang tewas pada 27 April 2004.

Keterangan yang berhasil dihimpun  dari sang ayah menyebutkan bahwa pagi hari tanggal 27 April 2004, anaknya meminta izin untuk berangkat ke tempat kerja. Abdul Wahid sempat mengingatkan anaknya agar tidak pergi ke Batu Gantung (wilayah Kristen tempat terjadinya bentrokkan) karena ketika itu bentrokkan antara massa Islam dan Kristen sebagai buntut perayaan HUT RMS masih terus terjadi.
Sepengetahuan Abdul Wahid, anaknya pergi menuju toko tempatnya bekerja, namun ternyata ia bergabung dengan teman-temannya menuju Batu Gantung untuk berjihad menghadang massa Kristen yang akan menyerang permukiman Muslim di Talake.
Lagi-lagi Anwar terkena tembakan sniper pada bagian mulutnya yang tembus ke belakng kepalanya dan menyebabkan ia meninggal di tempat kejadian tanpa sempat mendapat pertolongan medis.
Abdul Wahid yang masa kecilnya mengalami zaman RMS mengatakan bahwa ia menyaksikan bagaimana kejam dan biadabnya RMS kala itu. Ia menyaksikan ayah kandungnya disiksa dengan keji oleh tentara RMS. Saat itu kampung tempat tinggal Abdul Wahid dibakar oleh RMS karena diketahui penduduknya beragama Islam.
Orang tua lintas zaman yang menyaksikan kebiadaban RMS itu  juga menceritakan bahwa di kampungnya Desa Wakasihu dulu pernah ada tujuh warganya yang dikubur hidup-hidup oleh RMS. Oleh sebab itu mengingatkan bahwa RMS adalah musuh kaum muslimin, karenanya generasi Islam harus waspada terhadap makar RMS, sebab yang menjadi sasaran dari gerakan mereka adalah membantai kaum Muslimin. Maka,  jika ada kaum muslimin yang bergabung atau mendukung RMS maka dia itu munafik.
Dari kisah kebencian RMS yang kerap membantai umat Islam, maka tak heran jika masyarakat muslim Ambon lebih percaya jika RMS sebenarnya bukan Republik Maluku Selatan, namun Republik Maluku Sarani.
Semoga, sederet fakta sejarah kelam kejahatan RMS ini menjadi pelajaran kaum muslimin Maluku agar  senantiasa waspada terhadap setiap makar salibis RMS. [AF]

Tidak ada komentar: