Sabtu, 24 Maret 2012

Yahudi, Bangsa yang Tak Pandai Bersyukur




Berulang kali Allah swt. memperingatkan bangsa Yahudi atau Bani Israil agar bersyukur atas nikmat yang telah mereka rasakan. Berulang kali pula mereka diperintah agar benar-benar menjadi bangsa yang beriman dan bertakwa. Seperangkat alat telah mereka miliki. Segudang keistimewaan pun telah mereka kantongi. Namun, apa pun bentuk keistimewaan yang ada pada mereka, tak membuatnya berpikir.
Padahal bila mereka merenungkan apa yang telah teralami pada masa-masa lalunya seharusnya membuat mereka lebih tahu diri. Fir’aun dan tangan-­tangan kanannya kala itu membuat mereka tak berkutik sedikit pun. Dengan kekuasaannya, Fir’aun menjadikan Bani Israil sebagai manusia tak berguna dan hina. Selama mereka hidup di bawah kekuasaan Fir’aun senantiasa hidup dalam siksaan dan penghinaan.
Dalam kondisi seperti itu, Allah swt. mengutus seorang Rasul, Musa As, yang lahir dan tengah-tengah mereka. Musa dengan kekuatan yang dianugrahkan kepadanya mencoba menerobos membongkar segala bentuk kecongkakan Fir’aun dan pembesar-pembesarnya. Tak pelak, mengangkat harkat derajat orang-orang lemah yang mayoritas terdiri dan bangsa Bani Israil.

Ternyata Fir’aun yang sudah kerasukan harta dan tahta, tak membuatnya bergeser sedikit pun dari ajakan dan ancaman Musa sa. Bahkan justru arogansi kekuasaannya semakin menjadi-jadi. 1a bersikeras dan berjanji akan menghabisi siapa saja yang tak mengikuti kehendak nafsunya.
Dengan kesombongannya, ia berkata di depan rakyatnya, “Ya kaumku: Bukankah aku yang berkuasa di Mesir ini? Sungai itu mengalir di bawah pengaruhku. Apakah semua itu tidak kamu lihat Apakah kamu tidak melihat bahwa aku ini lebih baik dan orang yang hina itu? Akibat kesombongan yang sudah maksimal inilah, Allah sedikit memberikan teguran dengan bermacam-macam keanehan yang membuat mereke kewalahan. Nasib tak dapat dipungkiri malang tak dapat dihadang. Adzab pun turun menimpa Mesir dan penduduknya. Demikianlah, jika Allah menurunkan siksa-Nya atas suatu bangsa, ‘semua akan melihatnya bahwa merasakannya tak luput Bani Israil pun ikut terhanyut di dalamnya.
Mesir, yang terkenal subur mamur yang dihiasi dengan tanaman-tanaman mengelilingi serta sungai yang terbentang panjang dan Iebarnya yang mengairi seluruh perkebunan, kini semuanya di luar dugaan Krisis ekonomi mulai merebak, persediaan makanan pun berkurang. sungai Nil yang berabad-abad mengalir menjadi kering, sehingga tak dapat lagi memenuhi kebutuhan tanaman dan perkebunan. Kematian dari hari ke hari mulai meningkat.
Kondisi yang demikian parahnya ditambah lagi dengan topan hujan yang cukup dahsyat. Bukan untuk mengairi sungai dan tanaman, tetapi untuk menambah kesengsaraan mereka. Tak cukup sekedar itu, Allah menurunkan lagi belalang dan kutu-kutu yang membuat mereka geli dan lebih ketakutan, sehingga tak terdapat satu rumput pun yang mau hidup.
Tak ada istilah kepalang bagi Allah, Ia menurunkan lagi katak-katak dengan jumlah yang tak mungkin terhitung. Kutu­-kutu, belalang dan katak-katak membanjirii rumah-rumah mereka. Dan mulai dapur hingga tempat tidur tak pelak dihuni oleh binatang-binatang kecil yang sering disepelekan orang. Akhirnya bermacam penyakit pun tak dapat dihindari. Mereka tak kuasa menahan siksa seperti ini. Mulutnya mengeluarkan darah serta hidungnya bercucurah nanah.
Kala itulah sebagian besar Bani Israil menghadap kepada Musa sambil memohon agar ia berdo’a kepada Tuhannya untuk keselamatan mereka. “jika engkau dapat menghilangkan siksa yang cukup hebat ini dengan do’amu itu, kami akan beniman kepadamu dan golongan Bani Israil akan bersama-sama denganmu.” Janji mereka kepada Musa.
Musa sebagai orang pembela kaum lemah terhenyut dadanya. Percaya penuh bahwa mereka benar-benar sadar dan insaf. Benar-benar akan beriman dan menyembah Allah. Ia pun berdo’a agar segala apa yang menimpa mereka sebagai siksa dihentikan Do’a Musa pun dikabul­kan.
Selanjutnya Musa membawa bangsa Bani Israil ke tempat-tempat yang lebih aman tentram setelah lepas dan kelaran Fir’aun dan balatentaranya. Hingga Sampailah di sebuah daerah, Thur Sina, di ujung sebelah Utara Lautan Merah. Di sini Musa berharap agar kehidupan mereka berjalan dengan baik jauh dan kekacauan dan senantiasa ada dalam aturan. Karenanya Musa memohon kepada Allah agar diturunkan kepadanya sebuah Kitab sebagal pedoman hidup Bani Israil yang ada di bawah bimbingannya.
Permohonan Musa pun dikabulkannya namun dengan syarat ia harus menemul Tuhannya di puncak gunung Thur Sina. Akhirnya Musa pun berangkat dengan memerintahkan terlebih dahulu 70 orang dan mereka agar berangkat lebih dahulu. Ia akan menyusul di belakang. Tak lupa ia pun memberikan amanat kepada saudaranya yang sama-sama sebagi nabi Allah, yaitu: Harun As. agar menjaga kaum yang ditinggalkan.
Ternyata dari hari ke hari kaum yang ditinggalkannya mulai merasa ragu akan kepulangannya kembali Musa ke tempat meraka. Harun mencoba menasihatinya agar mereka benar-benar percaya dan bersabar. Ternyata dalam keadaan seperti inilah dimanfaatkan oleh Samiri salah seorang pengikut yang berhati buruk dan pandai bicara.
Samiri dengan keahliannya membuat patung anak sapi jantan mempengaruhi kelemahan teman-temannya dan akhirnya cita-cita Samiri terlaksanakan juga. Patung tersebut disembah, dan itulah Tuhan kata mereka sebagai keberhasilan Samiri. Ditambah lagi dengan sihirnya, patung itu dapat bersuara. Semakin sesatlah Bani Israil yang ditinggalkan Nabi Musa kala itu.
“Hai kaumku, kamu telah difirnah dengan adanya patung itu. Tuhanmu yang sebenarnya adalah Ar-Rahman, ikutilah akan kataku dan taatilah akan perintahku.” Harun mencoba memperingatkan merek
Peringatan Harun ini dijawab serentak oleh mereka, “Kami tidak aka berhenti menyembahnya, sampai datangnya Musa kembali kepada kami.”
Harun terus menasihati terutama terhadap mereka yang belum tersesat. Dan ia pun mulal khawatir terjadi kekacauai antara yang setia dan yang tidak.
Musa yang sedang beribadah d hadapan Tuhannya segera mendapat wahyu tentang kondisi kaumnya. Selama ditinggalkan empat puluh hani, banyak yang bergeser ke arah yang sesat. Akhirnya dengan segera Musa kembali menemui kaumnya. Dengan mukanya yang merah-padam gelora amarahnya muncul ternyata kaumnya sedang menari-nari sambil mengelilingi patung yang mereka sembah.
“Kenapa engkau biarkan mereka sesat seperti ini, mengapa engkau tidak menjalankan apa yang sudah kuperintahkan, tidakkah engkau padamkan api yang sedang bergejolak yang menimbulkan kejahatan dan kekafiran?” Tukas Musa kepada Harun sambil memegang kepala dan janggutnya.
Setelah terjadi dialog antara Musa dan Harun, akhirnya Musa menanyakan apa maksud tindakan Samiri yang telah menyesatkan ini. Dengan lantangnya Samiri menjawab, “Saya mendapat akal yang tidak diperoleh mereka. Kuambil sekepal tanah bekas jejak rasul, IaIu kutiupkan dengan kepandaian sihirku, karena demikianlah yang disenangi oleh nafsuku.”
Selain Samiri, akhirnya mereka juga diperintahkan membunuh diri mereka sendiri sebagai syarat tobat mereka. hal ini dinyatakan jelas dalam firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak sapi (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik di sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu.Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha penyayang.” (QS. AI-Baqarah: 54).
Sebagian orang menafsirkan bahwa “membunuh dirimu” dalam ayat di atas adalah orang-orang yang tidak menyembah anak sapi itu membunuh or­ang yang menyembahnya. Ada pula yang mengartikan orang yang menyembah patung tersebut saling membunuh diantara mereka, dan ada pula yang mengartikan mereka disuruh membunuh diri mereka sendiri untuk bertaubat. (AI-Quran dan Tarjamahnya).
Mengambil Ibrah
Bani Israil merupakan suatu bangsa yang banyak menerima kelebihan diban­ding bangsa lainnya. Salah satunya adalah banyak para nabi dan rasul ditengah-­tengah mereka, nabi Musa dan Harun di antaranya. Namun sayangnya mereka hanya butuh pimpinan dan bimbingan tapi tak butuh aturan terlebih lagi yang bertentangan dengan kehendak mereka.
Bangsa dan golongan manusia manapun manakala mereka ingkar terha­dap kebenaran akan menerima azab langsung atau tidak. Terlebih lagi bila para penguasanya memperlihatkan arogansi kekuasaan dan kekuatannya maka semakin membuka lebar adzab tiba.
Taubat nasional dalam ukuran tertentu merupakan keharusan manakala mayori­tas sebuah penduduk berharap taubat. ini dapat-terambil dan taubatnya orang-orang yang menyembah patung anak sapi terse­but. Mereka serentak bertaubat kecuali Samiri.
Dalam situasi dan kondisi masyarakat resah dan banyak keraguan, akan ada or­ang-orang yang bermental Samiri. Mereka akan membuat situasi semakin parah dan tak menentu. Biasanya mereka terdiri dan orang-orang yang pandai bicara dan pandai merayu yang kemudian memo­tivasi orang lain agar mengikuti kehendak­nya yang menyesatkan. 

1 komentar:

ceryfitz mengatakan...

bangsa yang membunuh nabinya